-->

POCONG Trembesi (Kisah Nyata)

POCONG Trembesi

Pada suatu malam di Jawa Tengah 1991, Bagio terpaksa terbangun dari tidurnya, karena suara batuk kering yang memekak telinganya.

"Uhuk..uhukk..uhukkk!!".

Seraya mengusap wajahnya, mata Bagio mengrenyit, mengamati sekitar kamarnya, mencari-cari dari mana suara batuk  itu berasal. (Jam menunjukan pukul 1 dini hari).

"Wah Mati wae Lik Mukri ki!! Loro kok nyusahi tanggane!!".

(Wah!! Mati saja, Pak Mukri itu, sakit kok nyusahin tetangganya aja!!). Gerutu Bagio menuduh suara batuk itu adalah suara batuk dari Lik Mukri tetangga sampingnya. 

Bagio pun mencoba kembali untuk tidur, dengan menutupi kepalanya menggunakan bantal karena suara Batuk itu masih saja mengganggu.

"Uhuk..uhuk..uhukk!!!".

Suara itu terdengar semakin menjadi-jadi. Dan membuat Bagio menjadi agak kesal. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah jendela, arah yang ia yakini sebagai sumber terdekat dari suara batuk itu.

Dengan perlahan ia menyingkap tirai jendela kamarnya, memasang satu matanya untuk melihat keluar, tapi hanya kegelapan yang ia lihat, meski suara batuk itu masih terdengar. 

Ia yang penasaran kini membuka tirai dengan sepenuhnya, namun disini ia mulai agak bingung, karena semakin ia cermati, ia rasa suara batuk itu bukan berasal dari rumah Lik Mukri, ia tempelkan wajahnya di kaca jendela kamarnya untuk melihat lebi, hingga beberapa saat kemudian suara batuk itu pun mereda,

"Ashhh mbohhh!!!". Ucap Bagio seraya berbalik arah menuju tempat tidurnya tanpa menutup tirai itu kembali, namun baru mungkin 2 langkah ia berjalan menuju tempat tidurnya. Tiba-tiba.

" Tok..tok..tok.."

Ada suara ketukan di kaca jendelanya. 

Spontan Bagio berbalik badan menghadap ke arah jendela. Dan disini detak jantungnya pun seperti terhenti, karena ia melihat sesosok bayangan putih berdiri di balik jendela kamarnya itu. dan Ternyata dari dialah suara batuk itu berasal. ya sosok itu adalah pocong!!.

Pemandangan mengerikan pun terlihat ketika pocong itu batuk memuncratkan darah membasahi kaca jendela.

"Uhukkk!!!"

Matanya hitam legam, dengan wajahnya yang Gosong. Bagio Gemetar namun ia tak bisa mengalihkan pandangannya, Hingga ia yang ketakutan pun jatuh tak sadarkan diri.

Singkat waktu ia pun terbangun keesokan harinya. Di atas lantai kamarnya karena sinar mentari yang mulai merangsek masuk ke kamarnya.

Melihat tirai jendela yang masih terbuka, Bagio langsung bangkit dan menghampiri, mengusap-usap kaca jendelanya. 

"Fyiuuuuhhhh!!!". Ia menghela nafas, ketika noda darah yang semalam ia lihat kini tak ada, " Wah ngimpi kih!!". Ucapnya. Tapi seketika ia berfikir, "Kalau itu hanya mimpi, tapi kenapa aku terbangun di lantai? bukan di atas kasur". Pikir Bagio. 

Hingga pikirannya itu pun teralihkan oleh suara sang ibu yang memanggilnya. Menyuruh Bagio untuk segera sarapan dan berangkat ke ladang.

"Iyo..makkkkkk". Sahut Bagio seraya beranjak keluar kamarnya, mencuci muka dan sarapan. 

Setelah selesai sarapan Bagio pun bergegas pergi ke ladang, menyusul ayahnya yang sudah berangkat terlebih dahulu sehabis subuh tadi. Ingatanya tentang kejadian semalam sudah hampir ia lupakan dan menganggap itu hanyalah sebuah mimpi belaka. 

Sampai akhirnya di tengah perjalanan, ia di hampiri oleh Bejo, temannya yang juga hendak pergi ke ladang.

"Bag...!!!!! Bagio!!!". Panggil Bejo dari kejauhan sambil berlari mendekati Bagio yang mulai melambatkan langkahnya. 

"Ono opo to su!!, isuk-isuk wes bengak-bengok"

(Ada apa sih njing!! Pagi-pagi udah teriak-teriak). Ucap Bagio kepada temannya itu sambil melempar senyum.

"Asuuuuu.. Asuuuu... Aku mau bengi di weruhi pocongan!!!!".

(Anjingggghh.. Semalem aku dilihatin Pocong). Kata Bejo dengan tampang yang cukup meyakinkan.

"Halaahhh, Ngimpi kui paling".

(Halah, mimpi itu paling). Kata Bagio yang berlagak tak percaya dengan temannya itu.

"Tenan, suuuu!!!! Aku ra ngapusi!!!, opo mergo wingi awak dewe ngombe ning ngisor wit trembesi kui yo!! kan jare Lik Giman, ning kono ono pocongane!!".

(Benerann njinggg!!!, aku nggak bohong, apa karena kemarin kita minum di bawah pohon trembesi itu ya? Kan kata Lik Giman di situ ada pocongnya). Kata Bejo dengan amat sangat serius. 

Bagio sedikit tersentak, ingatannya kembali lagi pada kejadian semalam, begitu juga dengan ingatannya perihal mereka berdua yang pernah minum, minuman keras di bawah pohon trembesi itu. Walau dalam hatinya mulai bergejolak, Namun disini Bagio masih berlagak menampik hal itu. 

Hingga pembicaraan itu pun terhenti di sebuah persimpangan yang memisahkan mereka untuk pergi ke ladangnya masing-masing.

Sesampainya Di ladang, Bagio tampak termenung memegang pacul, mungkin karena mendengar cerita dari Bejo tadi, membuatnya menjadi kepikiran. 

"Ahhhh luweh!!!". Batin Bagio yang kembali melanjutkan kegiatannya.

Singkat cerita sore pun menjelang, Bagio dan Ayahnya pun pulang, mereka berjalan mengambil jalur yang berbeda, tak seperti jalur yang tadi Bagio lewati saat berangkat, karena menurut ayahnya ini adalah jalan terdekat, meski harus melewati kuburan desa dan kebun bambu yang rimbun.

Dengan santai Bagio dan Ayahnya berjalan, diiringi oleh binatang malam yang nampaknya sudah mulai terdengar di suasana sore itu. Mereka pun terus berjalan hingga-- 

Saat melewati kebun bambu, Entah mengapa Bagio mendadak gelisah, hatinya menjadi tak tenang, sepertinya ia kepikiran dengan hal itu lagi. Bagio yang tadi berjalan di belakang ayahnya pun kini mulai mempercepat langkahnya, hingga berada disamping ayahnya.

"Ngopo? Wedi mesti!!". 

(Kenapa? Takut pasti!!!hehehe). Kata Ayah Bagio dengan nada bercanda.

"Ora yoooo.. Ora wedi ..."

(Gakkk lah.. Gak takut). Jawab Bagio dengan mulutnya yang menguncup. 

Sampai beberapa saat kemudian sampailah mereka di ujung kebun bambu itu, dan sekira 50 meter setelahnya, terlihat ada saung yang berdiri, di bawah pohon Trembesi tua.

Ya!!! Itulah pohon yang di maksut!! Pohon dimana tempo hari Bejo, Bagio dan beberapa kawannya minum-minum.

Bagio terus melangkah dengan rupa yang tak tenang, namun tiada henti matanya selalu melirik ke arah pohon itu. Hingga ia tak sadar sang ayah sudah tidak ada di sampingnya.

Bagio agak panik dan langsung berteriak memanggil ayahnya. 

Namun tak ada sahutan, bahkan sejauh pandangan matanya ke depan ia tak melihat ayahnya yg harusnya berjalan tak jauh di depannya.

Bagio sedikit mempercepat langkahnya, tapi ketika Bagio merasa sudah jauh dari Pohon itu. tiba-tiba!!

"Uhuk.. Uhukkk..uhukk!!"

Bersambung