Tahun 2018 kemarin, merupakan tahun pertama Satriyo menjadi seorang kurir paket ekspedisi di sub wilayah Magetan. Pekerjaannya itu membuat ia harus rela bekerja dari jam 7 pagi sampai dgn jam 9 malam atau bahkan sehabisnya barang kiriman yang harus diantar ke penerima.
Satriyo sendiri rupanya memang bukan orang asli Magetan. Ia dibesarkan di kota Semarang, dan saat menjelang kuliah ia lebih memilih untuk hijrah ke kota tersebut mengikuti jejak sepupunya Gunadi. Setelah Satriyo lulus pendidikan S1, rupanya ia masih belum mau pulang ke kota Semarang.
Satriyo lalu mencoba mencari-cari pekerjaan yang ada di kotanya saat ini, namun karena satriyo belum memiliki pengalaman bekerja ia hanya mampu diterima sebagai seorang kurir pengantar barang. Pekerjaannya itu tak lantas membuat Satriyo menjadi kecil hati.
Satriyo terus menggeluti pekerjaan tersebut walaupun untuk penguasaan wilayah sub magetan ia masih mencoba meraba-meraba melalui google maps. Suatu ketika, apes bagi Satriyo kala dirinya diminta untuk mengantarkan sebuah kiriman paket yg alamatnya kurang jelas. Tak habis akal Satriyo langsung mencoba menghubungi nomor telp penerima untuk dikirimkan share location agar bisa segera sampai ditujuan. Setelah diberi petunjuk melalui share location oleh si penerima namun ditengah perjalanan, Satriyo malah bertemu dengan pasar demit!
--------------------------
Satriyo pagi itu dengan semangat mendatangi kantor sub wilayah untuk mengambil beberapa paket yang akan ia kirimkan. Kebetulan, Haris yang juga temannya sedang tidak masuk jadi sebagian paket yang dikirimkan oleh Haris diambil oleh Satriyo dan Yusman. Hal itu sebenarnya sudah biasa terjadi. Jika dalam satu hari ada kurir yang libur atau bahkan ada yang sedang sakit mau tidak mau kurir lain harus bersedia untuk mentake over pekerjaan kurir tersebut.
Singkat cerita, setelah mendapatkan sejumlah paketan yang harus diantar Satriyo dengan gesit mengirimkan satu persatu barang-barang itu sampai pada akhirnya tak terasa terdengar suara lantunan adzan magribh. "Alhamdullillah, sudah magribh lagi." Batinnya sambil mencoba memarkirkan motornya itu di masjid terdekat.
Sesudah Satriyo menunaikan sholat magribh, ia kembali mengecek satu persatu barang kiriman yang masih tersisa di dalam tasnya. "Masih tersisa 5 barang lagi. Tapi diantara 5 barang ini salah satunya alamtnya kok ga jelas ya?" Gumam Satriyo dalam hati. "Ah ya sudahlah antar dulu saja yang 4 ini dulu, baru yang satu ini aku kirimnya terakhir" ucap Satriyo sambil mencoba memisahkan paket tersebut.
Seusai Satriyo merampungkan pengiriman 4 paket, berarti kini hanya tersisa satu paket yang ia rasa alamatnya sulit untuk ditemukan. Satriyo kemudian melihat nomor penerima barang tersebut yang bernama Bapak Nur Azis. "Halo Pak, selamat sore. Saya Satriyo dari HNE. Saya mau menuju ke alamat bapak untuk mengirimkan paket.
Boleh di share loc pak untuk alamat jelasnya?" Buka pembicaraan Satriyo di tlp. "Oh iya boleh.. mas boleh..! Ini saya share loc alamatnya ya. Cuma, nanti kalau mas sudah ketemu pertigaan mas telpon saya aja. Biar saya yang ambil disana." Jawab ramah Pak Nur Azis diseberang sana.
Setelah percakapan tersebut diakhiri, pak nur azis pun langsung memberikan alamat yang dimaksud kepada Satriyo di whatsapp. Tanpa berlama-lama satriyo langsung menuju ke alamat tersebut. 10 menit waktu telah ditempuh oleh Satriyo, namun menurut aplikasi +/- masih ada sekitar 15 menit lagi agar bisa segera sampai di tujuan.
Saat ditengah perjalanan entah mengapa signal Satriyo tiba-tiba hilang. Ia hanya mencoba mengingat kembali jika arah yang dituju masih menuju ke arah selatan sepanjang 6km. Satriyo terus mencoba mengikuti jalan yang perlahan semakin menyempit dan melewati perkampungan demi perkampungan. Satriyo sempat beberapa kali bertanya kepada warga sekitar dan jawabannya masih saja sama "terus lurus aja mas, ikutin jalan ini. Nanti mas ketemu pertigaan yang dimaksud." Ucap mereka.
Perasaan Satriyo mulai tidak karuan mana kala setelah ia melewati perkampungan warga. Suasana jalan itu begitu hening, dan sepi ditambah lagi langit sudah gelap serta jam ditangannya menunjukan pukul 8.20 malam.
Ia sempat berniat untuk membatalkan pengirimannya hari itu, tapi karena sudah kepalang tanggung mau tidak mau Satriyo kembali melajukan motornya ke alamat pak Nur Azis. Jalan setapak terus Satriyo lalui, sampai pada akhirnya ia menemukan kerumunan warga yang setelah di dekati itu adalah pasar malam.
Satriyo seketika memelankan laju motornya menembus keramaian jalan pasar malam tersebut. Pandangan matanya terus mengamati sekelilingnya. Pasar malam tersebut nampak seperti pada pasar malam pada umumnya dengan pelbagai pedagang yang menjajakan dagangannya diemperan jalan beralaskan goni.
Satu persatu lapak dagang itu Satriyo amati dalam-dalam. Satriyo mulai agak heran ketika mengamati para penjual yang menjajakan dagangannya itu berupa bangkai burung gagak yang sudah membusuk bahkan dirumbungi oleh lalat. Ada pula pedagang yang menjual satu bak gumpalan darah, dan pastinya bau nya benar-benar anyir sampai Satriyo mual.
Pandangan Satriyo masih saja penasaran mengamati satu persatu lapak jualan yang berjejeran di sepanjang jalan. Ia kembali menemukan keanehan demi keanehan yaitu penjual yang menjajakan dedaunan kering.
Anehnya, barang-barang yang aneh di pasar tersebut masih saja ramai di kerubungi oleh para pembeli. Bahkan Satriyo menyaksikan ada beberapa lapak jualan yang menjajakan bongkahan batu biasa serta bunga-bunga yang sudah layu dan hampir mengering.
Merasa ada hal yang aneh dan dalam hati kecilnya Satriyo ingin segera meninggalkan pasar tersebut, ia memilih untuk bertanya sekali lagi jalan menuju ke alamat yang dimaksud. "Permisi pak, alamat desa Wonoharjo (bukan nama desa sebenarnya) apa benar ya kearah sana?" Tanya Satriyo sambil mengarahkan telunjuknya.
"Hmmmmm!" Jawab seorang bapak-bapak paruh baya tanpa berekspresi. Satriyo mulai agak bergidik ngeri saat melihat rupanya wajah bapak-bapak dihadapannya itu benar-benar sangat pucat membiru layaknya seperti mayit yang sudah berhari-hari tidak dikuburkan! Satriyo yang ketakutan langsung kembali menjalankan motornya menembus keramaian pasar yang rupanya kini baru Satriyo sadari wajah mereka semuanya pucat baik si penjual maupun si pembeli! "Ahhh!! Pasti ini pasar demit! Ya Allah tolong lindungilah hambamu ini ya Rabb!" Batin Satriyo sambil mengumandanngkan salawat nabi di dalam hatinya.
Seperti mengerti apa yang sedang Satriyo rasakan, kini semua mata orang di dalam pasar itu tertuju pada Satriyo dan motornya. Satriyo saat itu benar-benar merasa kikuk dan tangan kakinya gemetar ketakutan. Ia sudah mencoba melewati pasar tersebut namun entah mengapa, Satriyo seolah hanya berputar-putar di dalam pasar tersebut.
Dilihatnya kembali penjual-penjual barang-barang aneh seperti burung gagak yang telah membusuk dirumbungi lalat, segumpalan darah segar di dalam bak, dedaunan kering bahkan adapula yang menjual sejenis kotoran hewan.
Di dalam kepasrahan Satriyo yang terus saja berputar-putar di pasar demit tersebut, ia dihampiri oleh seorang sesepuh (kakek-kakek) berjanggut putih dengan memakai sorban dan pakaian serba putih. "Nak, kamu mau kemana? Kakek perhatikan kamu seperti orang kebingungan! Lagipula bagaimana kamu bisa sampai disini?!" Tanya nya lembut. "Anu kek, saya mau ke desa Wonoharjo (bukan nama desa sebenarnya) mengantarkan paket ini.
Tapi malah nyasar sampai kesini!" Jawab Satriyo dengan tubuh yang masih penuh dengan keringat dingin dan gemetar ketakutan. "Oh begitu. Baiklah. Kalau kamu mau keluar dari tempat ini, kamu harus membeli dahulu salah satu barang yang dijajakan disini. Setelah kamu memilih barang tsb, segera buang sejumlah uang koin yang ada di saku celana mu sebagai bentuk mengakhiri kegiatan transaksi jual-beli.
Jika sudah segerlah pergi kearah barat dan jangan kamu melihat ke arah belakang!" Ucap kakek tersbut sambil menunjukkan arah. Sebenarnya Satriyo heran karena menurut google maps ia harusnya masih saja lurus mengikuti jalan kearah selatan. Tapi, karena sudah kadung dirinya ini ketakutan dan ingin segera sampai ditujuan Satriyo pun mau tidak mau harus mengikuti arahan kakek tersebut. Satriyo segera menghampiri lapak pedagang yang menjual bongkahan batu dan mengeluarkan beberapa koin recehan, lalu dengan cepat melajukan kembali motornya mengikuti jalan setapak yang mengarah ke barat atas arahan si kakek.
Baru beberapa meter Satriyo meninggalkan pasar demit, ia tidak sengaja melihat melalui spion motor jika di belakangnya tadi adalah kuburan dan bahkan nampak sosok siluet bayangan putih seperti pocong yang berdiri berjejeran membelakangi Satriyo! Beruntung Satriyo yang panik tidak sampai terjatuh dalam mengemudikan motornya walau beberapa kali ia tidak sengaja menabrak patok makam di depannya. "MAS!! MAS!?? SINI MAS!" Tiba-tiba terdengar suara lelaki mendekati Satriyo.
Satriyo seketika menolehkan wajahnya dan nampak dari seberang seorang lelaki sedang membawa senter. "Maaf, mas kurir dari HNE bukan?" Tanya lelaki itu heran "Iya pak betul! Jangan-jangan ini pak Nur Azis ya?!" Tanya balik Satriyo dengan nada memburu. "Mas, kok wajahnya pucat banget? Mas nya sakit? Sudah mampir dulu yuk ke rumah saya!" Jawab pak nur Azis.
Satriyo yang sudah benar-benar lemas ketakutan hanya bisa menganggukkan kepalanya mengikuti Pak Nur Azis menuju ke rumah beliau. Sesampainya disana Satriyo langsung disuguhkan secangkir teh manis hangat oleh istri beliau. Setelah keadaan Satriyo mulai tenang, perlahan Satriyo pun menceritakan kembali pengalamannya barusan kepada pak Nur Azis dan istrinya. "Owalah! Bener tho buk dugaan bapak! Pasti mas nya ini diganggu lagi sama penunggu makam tua itu!" Ucap pak Nur Azis memberi isyarat kepada istrinya.
Istri pak nur azis pun menceritakan jika diperbatasan desanya itu memanglah dikenal wingit akibat adanya makam tua yang sudah terbengkalai. Untuk asal-usulnya sendiri hanya desas-desus yang beredar jika makam tersebut berasal dari abad ke 18 masehi dan sudah tidak terurus.
Kini warga pun telah memiliki TPU lain yang letaknya ada di bagian sudut desa. Hal tersebut membuat makam tua itu semakin tidak terjamah oleh warga. Hanya sesekali dalam setaun (sebelum memasuki bulan ramadhan) para warga desa saling berbondong-bondong untuk membabat rumput liar dan membersihkan makam alakadarnya.
Sang istri pun menjelaskan jika anaknya yang berada di kota mengirimkan sejumlah paket yang berisi obat-obatan vitamin untuk dirinya karena sering sakit-sakitan. Sebenarnya, belum lama ini ada peristiwa yang lebih menyeramkan yang dialami seorang kurir bahkan sampai pingsan akibat terjebak di tengah makam itu.
"Belum lama ini sekitar 2 hari yang lalu mungkin, ada lho mas kurir HNE juga yang disasari sama makhluk gaib kuburan tua itu. Namanya kalau nga salah itu mas Haris deh! Dia ditemukan pingsan pas pagi harinya di tengah kuburan! Saat ditanya, menurut mas nya itu ia juga sama sperti mas Satriyo kalau melihat adanya pasar disana.
Tapi yang jadi pembeda adalah yang mas Haris lihat semua itu nampak seperti pasar pada umumnya yaitu menjual pelbagai macam seperti sayur-sayuran,daging, pakaian, dll. Mas Haris kemudian tergiur membeli salah satu benda yang dianggap bagus yaitu semacam pajangan antik yang terbuat dari bahan kayu. Benda itu langsung dimasukan ke dalam plastik dan mas Haris langsung pergi mengendarai motornya.
Baru beberapa saat, tercium bau menyengat dari plastik tersebut dan setelah dibuka betapa terkejutnya dia ketika melihat ada sepotong kepala manusia berlumuran darah dengan matanya mendelik menatap tajam mas Haris! Disaat yang bersamaan pun mas Haris mendengar tawa lengkingan kuntilanak yang menggema, dan seketika membuat mas Haris jatuh pingsan." Mendengar cerita dari istri pak Nur Azis, seketika bulu kuduk Satriyo bergidik.
Iya membenarkan jika ada temannya yang bernama Haris, dan bahkan hari ini Haris sampai tidak masuk kerja karena sakit. Satriyo menduga jika penyebab Haris tidak masuk kerja bisa jadi karena dirinya sawanen melihat kepala buntung.
Pak Nur Azis kemudian menimpali "Makanya mas, tadi saya wa mas Satriyo untuk tunggu aja di pertigaan biar saya yang ambil paketnya disitu. Takutnya yah.. terjadi lagi masalah seperti mas Haris. Ehh ternyata benar tho kejadian lagi! Oh ya mas.. Nanti pulangnya biar saya antar mas sampai di pertigaan.
Nah dari pertigaan itu, mas tinggal lurus saja ikutin jalan sampai melewati 2 desa barulah sampai di jalan utama." Sebelum Satriyo pulang, ia diberi pesan oleh Pak Nur Azis dan istrinya. "Jika nanti mas Satriyo ataupun ada kurir lain dari HNE, yang ingin mengantarkan paket ke desa ini, sebaiknya sebelum jam 5 sore.
Selain itu beberapa jaringan signal disini pasti tidak akan berfungsi kecuali kartu Simpati. Jadi wajar saja jika tiba-tiba signal mas Satriyo hilang karena memang letak desa ini yang cukup terpencil" ujar mereka.
Satriyo pun menganggukan kepalanya, dan berkali-kali mengucapkan terimakasih kepada pak Nur Azis serta istrinya yang sudah memberikan tumpangan untuk menenangkan perasaannya yang kalut ketakutan akibat terjebak di dalam pasar demit. Akhir cerita, apa yang telah dialami Satriyo ia bagikan pengalaman menyeramkannya itu kepada teman-teman lain agar mereka tidak merasakan hal yang sama dengannya.
Dan dari sejak saat itu, jika ada pengiriman paket ke desa Wonoharjo (bukan nama desa sebenarnya) pasti lebih didahulukan saat pagi hari agar tidak menemukan lagi kejadian-kejadian mistis seputar perbatasan desa Wonoharjo yg dianggap wingit.
---Sekian---