-->

TERSESAT DIDUNIA JIN (Kisah Nyata)

TERSESAT DIDUNIA JIN

"Kisah yang ngini ni kajadian nya lawas sudah dan sanak ae. (Kisah ini kejadian nya sudah lama.) " ujar Riswan sebelum memulai ceritanya

"Bahari, di wadah kami ni jarang urang mamakai kompor, yang mamakai kompor tu urang2 baduit ja. Amun urang biasa kaya kami ni bamasak wan Manjarang banyu, sagala baharaguan di dapur kayu tu pang.

(Dahulu, di tempat kami ini jarang sekali orang2 menggunakan kompor. Yang memakai kompor hanyalah orang2 berada. Kalau orang biasa seperti kami ini memasak atau merebus air dll nya, cuma menggunakan kayu api.) " 

Cerita bermula dari seorang pemuda berasal dari sebuah desa yang terletak di salah satu kecamatan yang berada di provinsi kalimantan selatan.

Pemuda tersebut bernama Riswan, ia baru berusia 16 tahunan kala kisah ini terjadi.

"Lawan si Riswan tu yat tulakan isuk 

Ada jua yang mangawani ikam mus ai. (Berangkatnya besok sama si Riswan tuh, biar ada yang menemani kamu mus.) " ujar Abahnya Riswan pada adik laki2 nya yang bernama Mustakim, yang pada saat itu sedang berkunjung ke rumahnya 

"Nah itu pang A ai, ulun kamari dasar handak mambawa'i si Riswan ni pang gasan batulak isuk. (Nah makanya itu kak, saya kemari memang ingin mengajak si Riswan untuk pergi besok.) "

"Handak tulak kamana garang suanang? (Mau pergi kemana memangnya paman?) " tanya Riswan 

"Ka hutan, mancari paikat lawan kayu. (Ke hutan, mencari rotan dan kayu.) " jawab suanang Imus

(Suanang dalam bahasa banjar, artinya paman paling muda/bungsu.)

"Bamalam kah kita kina suanang? (Kita menginapkah nanti paman?) "

"Nyata ai. Kadanya kawa bulik hari pang wan ai. 

(Jelas. Kita tidak bisa langsung pulang Wan.) "

Riswan mengangguk.

Riswan muda memang sangat menyenangi bepergian ke hutan2. Kadang2 ia juga pergi bersama teman2nya ke perkebunan karet yang terletak di atas desa untuk mencari jamur pada awal musim hujan. 

Atau pergi ke sungai2 kecil hanya untuk mencari kepiting sungai dan ikan2 kecil untuk mereka nikmati sebelum pulang ke rumah.

Lamat2 dari toa langgar (mushola) terdengar suara adzan maghrib.

Suanang imus bergegas menyeruput kopinya yang masih bersisa 2 jari, 

"Ayuha lah, isuk datangi ja suanang ka rumah. Kita tulak mulai rumah suanang ja. Yu A lah, ulun bulik nah. Assalamualaikum. (Ya sudah, besok nanti datang kerumah paman ya, kita berangkat dari rumah paman saja. Yuk mari kak, saya pulang dulu. Assalamualaikum.) " 

____

Selepas sholat Isya, Riswan membereskan barang2nya yang akan ia bawa besok, memasukkan nya kedalam bakul (tas jinjing dari rotan).

"Ai. Kada ngalih kah nyawa wan, pakai bakul nintu? Baik pakai tas abah tu ja yat. Nyata kada uyuh mambawa. (Lah, memangnya tidak Susah kamu wan, pakai bakul itu? Sebaiknya kamu pakai tas abah saja, jelas mudah membawanya.) "

"Abah pang kaya apa amun handak tulak ka padang? (Abah sendiri bagaimana kalau ingin pergi ke ladang/sawah?) "

"Abah ni nyaman ja. Padang nintu kada tapi jauh jua 

Kawa haja abah pakai bakul tu mambawa sasanguan. (Masalah abah ini gampang saja. Ladang/sawah itu tidak terlalu jauh juga, abah masih bisa pakai bakul itu untuk membawa bekal.) "

Wuuussshhh... Lampu pelita di rumah mereka mati tiba2 karena di tiup angin. Maklumlah Rumah mereka sudah sangat tua sehingga dinding2 kayunya sudah banyak yang hancur di makan rayap, jadi kalau ada angin kencang, otomatis lampu2 pelita buatan abah nya Riswan itu pada mati semua. 

Gubraaakkk.. Suara jendela rumah yang terbuka karena ditiup angin.

Ayahnya Riswan berjalan ke arah jendela untuk menutupnya kembali,

"Tajua2 sudah angin ai. Mulai samalam ribut tarus. Napa juakah yang di rawa. Kalu ah marawa urang batianan saurangan. 

(Sudah2 angin. Dari kemarin ribut terus, entah pertanda apa. Bisa jadi pertanda seseorang sedang hamil di luar nikah.) " ujar ayahnya Riswan

"Abah ngini, bagus banar bapandir kaya itu. (Abah ini, dikiranya bagus apa bicara seperti itu.) " tegur ibunya Riswan 

"Hau, sarik ikam luh lah. Ikam bahari waktu batianan anak2 yang ada tu pang kaya apa? Badua kah batianan nya wan aku, atau saurangan haja? (Lah, kamu marah padaku. Kamu dulu waktu hamil anak2 kita itu bagaimana? Apa kita berdua yang hamil atau hanya kau sendiri?) " 

Ibunya Riswan menatap suaminya dengan kesal. Suasana malam semakin hening, Lampu2 pelita yang sedari senja di hidupkan untuk menerangi rumah, kini sudah di matikan.

Setiap penghuni rumah di desa itu sudah tertidur dengan di temani alunan musik alami dari rintik hujan yang Menenangkan.

Pagi2 buta, Riswan sudah bangun dan mandi. Tak lupa juga ia sholat subuh di rumah. Sementara ayahnya sudah sejak tadi berangkat ke langgar seperti biasa untuk sholat subuh berjamaah.

Selesai sholat, ia berjalan kearah dapur, dan melihat ibunya tengah memasak makanan untuk mereka.

Riswan mengambil gelas lalu mengisinya dengan kopi dan gula,

"Ma, ulun malam tadi tamimpi ma ae. Mimpi batamu babinian. Bungas banar binian nya ma ae. (Ma, tadi malam aku bermimpi. Mimpi bertemu perempuan. Perempuan nya cantik sekali ma.) " cerita Riswan 

"Iyakah? Kalu nyawa handak babini sudah wan ai. (Oh ya? Siapa tau kamu sudah ingin beristri wan. ) " canda ibunya yang membuat Riswan merengut

"Ih, mama ngini. Mambari supan ulun ja. (Ih, mama ini. Membuatku malu saja.) " ujar Riswan seraya mengaduk kopinya 

Setelah sarapan, Riswan bersiap2 untuk pergi ke rumah paman nya yang berada di ujung kampung.

"Suanang.. (Paman..) " panggilnya di depan pintu rumah

"Suanang nyawa di batang wan ai. Manimba jukung. Tunggui ja dulu di dalam rumah. (Paman mu di sungai wan, Mengeringkan air hujan dari dalam sampan nya. Tunggu saja dulu di dalam rumah.) " kata Bibinya

Riswan mengangguk, lalu ia menunggu di dalam rumah sang paman.

Ketika matahari sudah muncul, Riswan dan paman nya pun berangkat menggunakan sampan menuju ke arah hulu. 

Sarat muat sampan kecil itu dengan barang2 bawaan keduanya. Riswan mendayung di depan, dan Suanang imusnya mendayung di bagian belakang.

Sesekali terdengar obrolan hangat antara paman dan keponakan itu. 

Matahari sudah sangat tinggi dan bersinar terik menembus pepohonan yang berjejer di tepian sungai tersebut.

"Basinggah di muka situ wan ai. Kita makan dulu nah. Asa padih sudah parut. (Kita singgah di depan situ wan, kita makan dulu. Perut sudah keroncongan.) " ujar paman nya 

menunjuk kearah pohon yang dahan nya menjuntai ke air Setelah mengikatkan tali sampan pada dahan pohon, mereka berdua pun lantas mulai membuka bekal makanan yang dibawa dari rumah. Saat sedang asyik menikmati makanan nya, tiba2 seekor ular jatuh tepat di atas wadah makanan 

mereka, yang membuat Riswan kaget.

Suanang Imus tanpa rasa takut lantas menangkap ular yang mencoba keluar dari dalam sampan, lalu melemparnya ketepi sungai.

"Kada usah takutan. Tu ular pucuk ja. Kada bawisa. (Jangan takut, itu hanya ular daun, dia tidak berbisa.) " 

"Kaya apa makanan kita ni suanang? Asa galianan ulun mamakan nya. (Bagaimana makanan kita ini paman? Saya merasa jijik untuk memakan nya. ) "

"Bariakan ka iwak ja wan ai. Suanang gin kada purun mamakan bakas ular nintu. (Berikan ke ikan saja wan, paman pun tidak sanggup memakan bekas kejatuhan ular itu.) "

Mereka berdua pun kembali melanjutkan perjalanan, memasuki sungai2 kecil dan mendayung semakin ke hulu.

Jalan di depan mereka terhalang sebuah pohon besar yang tumbang, sehingga membuat mereka berdua mau tak mau harus melanjutkan perjalanan dengan 

Berjalan kaki ke hulu.

(Om numpang ngiklan bentar ya ponakan2🙏. Barangkali ada ponakan2 yang berminat/tertarik.

om ada juak obat2an herbal untuk sakit pinggang, prostat, kanker, tumor, stroke, asam lambung dll. Sampai minyak2 kalimantan nya, mulai dari penglaris, pemikat,

Pelancar berurusan.

Untuk menghilangkan guna2, ketempelan dll.

"Kita kamana suanang? (Kita kemana paman?) "

"Kita kahulu sana. Tapi sasambilan kahulu ni amun kita tadapat paikat tatak ja, kita ikat, kumpul akan di pinggir sungai, jadi mulai hulu sana kita kumpul akan kasini, hanyar kita ulahi rakitnya, supaya nyaman mambawanya ka kampung. 

(Kita ke hulu sana, tapi saat dalam perjalanan ke hulu ini, kalau kita ketemu rotan, potong saja. Kita ikat, kita kumpulkan di pinggir sungai. Jadi dari hulu sana, kita kumpulkan kesini, barulah setelah semuanya terkumpul, kita buat rakit agar memudahkan kita membawanya ke desa.) 

Riswan mengangguk, ia berjalan di belakang sang paman.

"Nah tu lihati, paikat tu. (Nah coba lihat itu, itu rotan.) "

"Kita tatak kah suanang? (Kita potong kah paman?) " 

Suanang Imus mengangguk, membuat Riswan langsung bersemangat.

Ia meletakkan tasnya di atas akar pohon, lalu dengan sangat terampil ia mulai menarik rotan tersebut dan melepaskan kulit rotan yang masih berduri. 

Bahkan Riswan sampai naik ke atas pohon besar agar rotan nya tidak banyak terbuang ketika di potong.

"Tarik suanang. (Tarik paman.) "

Kreesss... Plaakkk buuukkk...

Potongan rotan pertama yang mereka dapat sangat panjang, Suanang Imus tersenyum puas dan bangga pada Riswan 

"Banyak samut di atas situ. Jingkar ulun di igutinya suanang ai. (Banyak sekali semut di atas sana, habis saya kena gigitnya paman.) "

Suanang Imus tertawa kecil mendengar perkataan Riswan. 

"Yu, hari parak kadap sudah nah. Kita maulah wadah sagan guring di sana tadi ja gin, talingai lingai jua sadikit. (Ayo, sebentar lagi malam, kita bikin tempat untuk tidur di sana saja, di sana lebih bagus tempatnya.) " 

Riswan mengambil tasnya, lalu berjalan di belakang sang paman.

Suanang Imus membuat tempat tidur yang menyerupai ayunan dari karung.

Sementara sang paman membuat tempat tidur, Riswan memasak nasi dan mencari ikan di sungai tersebut. 

Dalam waktu singkat, Riswan sudah berhasil mendapatkan banyak ikan, mungkin karena daerah itu tak pernah di masuki orang, atau bisa jadi karena ikan2 nya yang kelaparan, sehingga sangat mudah untuk di tangkap. 

"Labihan nasi jangan di buang di parak sini wan lah. Kaina kita di sarang salimbada. (Sisa nasi jangan di buang di dekat sini ya Wan, nanti kita kena serang semut salimbada.) "

Riswan paham, dan ia langsung membasuh bekas makan dan membuang sisa2 makanan ke sungai agar tidak mengundang semut2 hitam yang jika menggigit sakitnya hampir sama seperti sengatan lebah tersebut.

Sebelum tidur, mereka berdua bercerita kesana kemari, tentang apa saja.

Lalu dalam beberapa saat kemudian, Riswan terlelap, begitupun juga dengan paman nya. 

Entah pukul berapa ketika Riswan terbangun dari tidurnya, karena mendengar suara kungkungan macan.

"Suanang, bangun suanang. Tu cuba pian dangari. (Paman, bangun paman. Itu coba paman dengarkan.) " 

Paman nya terdiam untuk beberapa saat, dan ketika mendengar suara itu. Beliau lantas bergegas untuk menghidupkan api. Wajah suanang Imus terlihat tegang.

Setelah api menyala, beliau menarik tangan Riswan untuk mendekat kearah api. 

"Suara na.. "

"Ssssttttt.. Jangan di rawa. (Jangan di tegur.) "

Riswan terdiam, wajahnya pelan2 ikut menegang. Ia tau, pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan suara tersebut. 

Beberapa saat kemudian, dari atas pepohonan seberang sungai terdengar suara dahan dan dedaunan yang bergoyang2 seperti terkena angin ribut. 

Riswan merapatkan tubuhnya pada sang paman,Untungnya suara2 itu berhenti setelah beberapa saat membuat jantung keduanya hampir copot. 

Keesokan harinya mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan mencari rotan.

"Syukur Alhamdulillah, hanyar satangah hari ja banyak banar sudah kita dapat.

(Baru setengah hari saja kita sudah dapat banyak sekali.) "

"Inggih, Suanang ai. " 

Menjelang sore, mereka kembali membuat tempat untuk tidur.

Setelah selesai membantu paman nya itu Riswan kembali mencari ikan di sungai sekitar untuk makan. Namun sepertinya hari itu dia tidak seberuntung kemarin dalam hal menangkap ikan, karena selama hampir 1 jam ia berusaha Untuk menangkap ikan2 kecil maupun kepiting dan udang, Riswan tetap tak berhasil.

"Kadada baiwak kita makan suanang ai. Kadada lalu iwaknya saikung ikung yang ulun dapat. (Tidak ada lauk untuk kita makan, paman. Tidak ada sama seekor pun ikan yang berhasil saya tangkap.) " 

"Kada papa wan ai, kita makan apa yang ada haja. (Tidak apa2 wan, kita makan apa yang ada saja.) "

(Karena beberapa ada komentar ponakan2 yang bilang susah bacanya walaupun sudah pakai translite, jadi dari sini sampai selesai akan om ubah keseluruhan menjadi bahasa indonesia) 

Setelah selesai makan, Paman Imus langsung mengumpulkan ranting2 kering dalam jumlah banyak untuk api, agar api unggun mereka tetap menyala semalaman.

"Kau tidurlah lebih dulu Wan, biar paman yang berjaga. Nanti kalau paman mengantuk, paman akan membangunkan mu. " 

Riswan yang matanya sudah sangat mengantuk itupun langsung memejamkan mata.

Udara malam itu sangat dingin sekali, beberapa kali Riswan berusaha menghalau rasa dingin tersebut dengan memasukkan tangan nya kedalam baju, tapi itu tidak berhasil untuk membuatnya hangat. 

Akhirnya Riswan bangun, ia menatap kearah api yang sudah mati. Dan paman nya tidak ada di sana,

"Paman.. Paman dimana?? " tanya Riswan masih di atas tempat tidur

Hening, bahkan suara2 binatang malam pun tak terdengar sama sekali.

"Paman kemana ya?? Apa dia sedang buang air di sungai?? " ujar Riswan bertanya2 pada dirinya sendiri

Pelan2 Riswan beranjak dari tempat tidur, dan melangkah kearah api unggun yang sudah mati. 

Riswan berusaha menghidupkan kembali api tersebut, untuk menghangatkan badan nya, sambil menunggu kedatangan sang paman yang saat itu entah berada di mana. 

Setelah api menyala dan mulai membakar ranting2 kering itu, Riswan duduk menunggu dalam waktu yang cukup lama, tapi paman nya tak kunjung muncul.

"Apa aku cari saja ya?? "

Riswan khawatir, kalau2 paman nya sudah terkena sengatan atau gigitan ular yang pastinya banyak 

di sekitar hutan tersebut.

Dengan berbekal senter yang terkadang mati nyala dengan sendirinya itu, Riswan mulai berjalan di tengah gelapnya malam untuk mencari sang paman. 

Beberapa kali kakinya tersandung dan terkena goresan duri, saat senter mati dengan tiba2.

Riswan mulai berkeringat, nafasnya terdengar berat.

Jalanan di depan nya sudah menanjak keatas, dan dipenuhi dengan semak berduri. 

Membuat Riswan ingin menghentikan pencarian nya, namun disaat yang bersamaan ia mendengar lamat2 suara keramaian.

"Jangan2 di sebelah sana sudah memasuki perkampungan?? Kalau pun iya, apa mungkin paman ada di sana?? Rasanya tidak mungkin, lebih baik aku Kembali ke pondok saja, siapa tau paman sudah menungguku dengan khawatir di pondok. " Gumam Riswan

Ia berbalik, namun cukup lama ia berjalan, Riswan tak kunjung menemukan jalan kearah pondok. Padahal ia ingat betul kalau jalan yang ia ambil tadi hanya lurus saja tidak berbelok2 

Dan di saat ia hampir putus asa itulah, suara orang2 yang tengah bergelak tertawa kembali terdengar.

"Suara orang2 itu sepertinya sangat dekat dari sini, apa aku ke sana saja ya? Setidaknya sampai pagi, setelah pagi nanti aku akan lebih mudah untuk mencari jalan ke pondok. " 

Akhirnya, Riswan memutuskan untuk mengikuti arah suara tersebut.

Saat suara itu semakin dekat darinya, Riswan melihat kabut yang cukup tebal menghalangi cahaya senternya. Ia ragu2 untuk melewati kabut tersebut, namun begitu mendengar suara orang2 yang semakin dekat dengannya 

Itu, membuat Riswan langsung melangkah maju. Ada perasaan aneh yang sulit di jelaskan ketika ia melewati kabut itu.

Tapi perlahan2 kabut itu mulai menipis seiring dengan langkah kakinya.

Di depan sana, banyak sekali orang2 yang tengah berkumpul menatap lekat kearah panggung. 

Di atas panggung itu sendiri, ada 3 orang yang tengah berbalas pantun berirama dengan diikuti tabuhan kendang.

Sama seperti ciri khas pantun dan syair di acara2 Madihin pada umum nya. 

Riswan berjalan melewati orang2, menuju ke arah depan, untuk menyaksikan lebih dekat pamadihinan tersebut.

Saat ada kata2 yang lucu, orang2 tertawa, begitupun juga dengan Riswan.

Hingga tiba2 bahunya di tepuk oleh seseorang dari belakang. 

Riswan menengok dan melihat seorang laki2 tua tengah menatapnya.

"Kamu dari mana? Sepertinya bukan warga desa ini. "

"Iya pak, betul. Saya dari desa yang lumayan jauh dari sini. Saya tidak sengaja sampai kesini saat saya sedang mencari paman saya. 

Dan ketika saya sampai disini, saya melihat ada acara madihin, jadilah saya ikut menonton acaranya. "

Lelaki tua itu mengangguk, lalu sambil tersenyum ia merangkul bahu Riswan. Mengajaknya untuk menikmati makanan yang sudah di sediakan di atas meja. 

"Ayo, sambil di makan makanan nya. "

Berbagai macam makanan yang lezat terhidang di atas meja, ada juga macam2 kue khas kalimantan selatan di meja lain nya. 

Membuat Riswan menelan ludah, namun ia juga merasa sungkan untuk memakan makanan tersebut. Karena ia sadar, dirinya tidaklah di undang pada acara tersebut.

"Silahkan di makan. " suruh si lelaki tua 

"Saya makan ya pak. Sebelumnya terima kasih. "

Riswan memakan makanan itu dengan sangat lahap, setelah perutnya sudah sangat kenyang, Riswan lanjut melihat acara madihin yang semakin lama semakin seru. 

Tapi ada yang aneh, karena sedari awal Riswan mencari paman nya tadi sampai ketika ia tiba di desa tersebut, rasanya sudah sangat lama sekali, namun entah kenapa dengan waktu yang selama itu, matahari tak kunjung terbit. 

Bahkan tanda2 fajar saja belum terlihat.

Hati Riswan mendadak resah memikirkan sang paman,

"Kalau kamu mau beristirahat, ayo ikut kerumahku. " ajak si Lelaki tua pada Riswan 

"Saya khawatir dengan paman saya pak. Saya takut kalau terjadi apa2 pada beliau. "

Si lelaki tua tersenyum, senyumnya ramah, namun terlihat aneh di mata Riswan. Seperti ada yang kurang dari senyuman itu. 

"Tidak akan terjadi apa2 pada pamanmu. Kau bisa beristirahat disini sampai matahari terbit. Dan aku akan mengantarmu keluar dari desa ini besok pagi. "

Riswan menguap, matanya yang tadi terasa segar, tiba2 saja kini menjadi sangat mengantuk. 

Ia mengikuti langkah si lelaki tua yang mengajaknya memasuki sebuah rumah.

Riswan di antar ke sebuah kamar, dan disuruh beristirahat di sana,

Dalam beberapa saat saja, Riswan sudah terlelap. 

Entah berapa lama ia tertidur, yang pasti saat ia terbangun, paman nya sudah berada di sampingnya sambil menangis.

Riswan terlihat seperti orang linglung ketika ia terbangun. 

"Syukur Alhamdulillah kau sudah kembali wan. "

Riswan menatap kesekelilingnya, ruangan itu sangat ia kenal.

Ia sudah berada di rumah, bagaimana mungkin?? 

Riswan bertingkah seolah2 sedang mencari2 sesuatu, ia terus menanyakan tentang keberadaan kakek tua, dan bagaimana ia bisa kembali ke rumah tanpa ia sadari. 

"Kamu menghilang selama 2 hari Riswan, dan ketika kau ditemukan oleh pamanmu, kau sudah dalam keadaan tak sadarkan diri. Kau di temukan di dalam lubang kayu besar di tengah hutan. Kenapakau sampai berada disana Riswan?? " ujar ibunya 

Riswan terlihat bingung mendengar cerita sang ibu yang ia rasa sangat tidak masuk akal itu.

Ia kemudian mencoba mengingat2 apa yang sudah ia alami, tapi apa yang ia ingat di mulai dengan paman nya yang menghilang, kemudian ia mencari sang paman, dan tanpa sengaja mendengar 

suara keramaian lalu mengikuti suara itu hingga akhirnya ia tiba di sebuah desa yang sedang mengadakan acara madihin,

Lalu di sana ia bertemu dengan seorang kakek tua yang sangat ramah dan baik padanya, kakek itu memberikan makanan juga tempat untuk ia beristirahat sampai 

Matahari terbit.

Tapi yang anehnya, setelah itu ia tidak mengingat apa2 lagi.

"Bangun2 saya sudah di rumah. " ucap Riswan pelan

"Untung saja mereka mau melepaskanmu Wan. Coba kalau tidak, mungkin selamanya kamu akan berada di dunia mereka. " ujar ayahnya 

Riswan menatap sang paman yang terlihat tertunduk di dekatnya.

Mungkin ia merasa bersalah karena Riswan seperti itu di bawah pengawasan dan tanggung jawabnya. 

"Rotan kita bagaimana paman? "

"Kau tidak usah memikirkan hal itu dulu. Sekarang ini fokuslah pada kesehatanmu. Sudah hampir 3 hari kamu terbaring tak sadarkan diri wan. 3 hari keadaanmu bagai jasad tanpa nyawa. " 

Riswan terdiam, sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya??

2 minggu setelah Riswan bangun dari tidur panjangnya, barulah ia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi waktu itu padanya. 

Riswan masuk ke dunia jin, dan tanpa sengaja memakan serta meminum apa yang mereka berikan padanya. Karena menurut kesaksian paman nya, hutan yang mereka datangi itu sama sekali belum pernah di masuki oleh orang lain selain mereka, dan tempat itu sangat jauh dari pemukiman warga 

(Pada masa itu, kalau masa sekarang sudah banyak jalan dan rumah di sekitat sana)

Jadi sangat tidak mungkin Riswan tersesat sampai ke perkampungan warga, apalagi pada saat Riswan di temukan itu, ia berada di dalam lubang kayu. 

"Dunia mereka dan kita itu hanya terpisah oleh dinding setipis kulit bawang nak. Kehidupan kita dan mereka pun tidak berbeda jauh, tapi untungnya kamu bertemu salah satu di antara mereka yang bersifat baik juga ramah padamu. " 

"Maka dari itu di mana pun kita berada, tetap harus jaga sikap dan sopan santun. Entah itu sesama manusia, atau pun mahluk lain mereka akan segan pada kita. "

Riswan mengangguk, matanya menatap pohon rambutan yang berada di depan rumah itu.

Membayangkan kejadian pada malam itu, Riswan bergidik ngeri.

"Apa yang saya makan disana ya paman? Apa itu benar2 makanan? "

Lelaki itu tersenyum kecut,

"Sebaiknya kau tidak usah tahu Wan. "

______

Semenjak pengalaman nya tersebut, Riswan seringkali di datangi sosok kakek yang menolongnya, Tidak hanya itu, bahkan ketika usianya sudah menginjak 25an, ia sering bermimpi berhubungan badan dengan seorang perempuan cantik yang berbeda2. 

Entah itu hanya khayalan, atau memang karena ulah dari 'mereka'.

"Mimpi itu terus saja datang sampai sekarang. Sebab mimpi itu juga aku bercerai dengan istri pertamaku dulu. Dan dengan istri yang kedua ini, kandungan nya menghilang saat berumur 7 bulan, setelah sebelumnya kami 

Sekeluarga di berikan mimpi yang sama. " ujar Riswan seraya menatap gelas es tehnya

"Apa sudah pernah di bawa 'berobat'? "

"Sudah. "

"Lalu bagaimana? "

"Mimpi itu masih terus muncul sampai sekarang. Bahkan setelah puluhan tahun lebih kejadian itu terjadi. " 

Obrolan pun berakhir, ketika Riswan menerima panggilan telepon dari teman kerjanya.

----SELESAI----