-->

KITA, YANG PULANG (Kisah Nyata)

KITA, YANG PULANG (Kisah Nyata)

Dalam gelap malam, tiba-tiba petir seperti menyambar tepat di sebelahku,

Duaarrrr!!!.

Aku kaget setengah mati, tiba-tiba kurasakan hawa merinding di tubuhku. kuhentikan sepeda motorku, mengingat rute yang biasa kulalui dan sekarang ini berbeda aku memutuskan untuk berhenti.

Lalu tiba-tiba seseorang menghampiriku,

Seorang pria tua bertubuh kekar tanpa mengenakan baju, hanya bercelana panjang tanpa alas kaki mengenakan blangkon dengan wajah yang selalu meringis seperti menahan sakit.

Dalam bahasa yang bisa kuhpahami dia berkata, suaranya agak berbisik dan mendesis namun jelas perkataan yang dia katakan kepadaku,

“Ini sudah malam, kamu mau kemana? Disini bukan tempat untuk orang sepertimu” kata beliau, dalam bahasa jawa halus

Aku berusaha menjawab dengan bahasa jawa halus “Mohon maaf pak, saya mau pulang, namun saya tersasar”

Dia memandangku tajam, aku bergidik.

Dalam kengerianku, aku menyadari ada bau khas menyan, dan sedikit sentuhan melati, kantil atau sejenisnya

Aku makin merinding, lenganku di pegang oleh orang itu,

“Pulanglah, tempat ini bukan tempatmu ”

Aku tak menjawab, aku berusaha tenang walau sangat ketakutan, tubuhku bergetar.

“Kalau kamu tersesat, ingatlah bahwa kamu hanya punya keyakinan, pilihlah dengan bijak ”

Kata pria tua itu melanjutkan.

Pria tua itu melepas tangannya lalu pergi meninggalkanku begitu saja, setengah sadar tidak sadar ketika pria tua itu melangkahkan kaki, yang kudengar adalah langkah tapak kaki kuda, ya! Ketika ia melangkah aku mendengar seperti suara kaki empat berjalan dengan ketukan yang sama ketika kuda sedang berjalan.

Aku mendongak ke atas, agak aneh memang, walaupun gelap ini terasa seperti terang bulan, namun tidak ada bulan yang bersinar, bintang juga tak kutemukan satupun.

Dalam gelap gerimis mengguyur, mengguyurku dalam gelap terang bulan.

Sepeda motor kunyalakan, sayang motorku yang sebelumnya memang kurang sehat sekarang bisa dibilang sekarat. Motor tua, macet, dan agak brengsek ini tak bisa diajak kerjasama.

Lalu, sekonyong konyong pundakku ditepuk seseorang, aku sangat kaget dan tersentak.

Aku membalikkan tubuhku, kulihat seseorang di belakangku. Seorang wanita, tersenyum, namun senyumannya ganjil, di dahi kanannya mengalir darah yang masih mengalir hingga menyentuh bibirnya, wanita itu berbau anyir, pakaian nya bukan seperti pakaian jaman sekarang, itu pakaian adat jawa lengkap dengan sanggul di kepala dan kebaya hijau dan matanya, matanya selalu melotot namun tak pernah memandangku

Tubuhku kaku, kelu dan tak bisa berbuat apapun.

Wanita melotot sambil mengeram,

Lalu dalam bahasa jawa kasar yang dapat kupahami dia bersuara dengan agak berteriak

“Kamu, kamu tahu jalan pulang kemana?”

Kulihat wajahnya, matanya selalu melotot tapi tak pernah memandangku, seolah dia memandang ke arah lain, tersenyum namun ganjil

Aku merinding, menahan nafas, tak bisa kujawab pertanyaan itu

“Kamu, kamu antar aku pulang sekarang” kata katanya sangat keras,

Aku masih tak menjawab, ketakutanku terlalu mengekang tubuhku

“Kamu, kamu tahu bisa kesini sekarang antar aku pulang” wanita itu masih berteriak dan masih tak memandangiku.

Lalu tangan wanita itu memegang pundakku, aku yang di depannya hampir saja jatuh pingsan tak sadarkan diri.

“Kamu, kamu tidak pantas…”

Dia tak melanjutkan perkataannya, hanya meremas pundakku dengan sangat kuat lalu melepasnya dengan kasar seperti menarik pundakku.

Hampir jatuh aku dibuatnya.

Aku tak berkata apa apa, membisu dan takut.

Kini dengan wajah yang tiba-tiba agak ketakutan dan mata masih melotot wanita itu mundur dengan masih melihat satu objek yang sama entah aku juga tak paham, dia berjalan mundur, dalam gelap dan gerimis, wanita itu berjalan mundur lurus, hingga jauh dan tak lihat lagi wanita itu berada.

Aku menyeka keringat, tubuhku masih bergetar, mataku memerah, mungkin aku menangis namun air hujan membuat tangisanku tak terlihat.

Sadar akan hal buruk yang terjadi, aku mengucap nama tuhan dan berdoa semampuku, banyak doa yang kuucap.

Aku menengadah, kurasakan atmosfir bumi terasa bergerak sangat cepat, lalu kudengar ayam berkokok menandakan pagi telah tiba, lalu sayup kudengar seseorang melantunkan adzan, suara yang sayup lalu bersahut-sahutan, seperti disiram air dalam panas nya api, dalam sejenak aku merasakan kebebasan, rasa syukur dan kebahagiaan.

Motor tua yang ku sumpah dan kumusuhi tanpa kupegang tiba-tiba hidup begitu saja,

Tak kuambil waktu lama, kuputuskan untuk pulang,

Aku memang sudah selangkah untuk pulang, namun kurasakan pundak yang diremas wanita tadi kini sangat berat, seperti menahan sesuatu yang aku juga tak paham, aku masih tak peduli, yang kupikirkan hanya pulang

Ketika hendak memasuki rumah, tiba-tiba

Brukkk…

Saking beratnya beban di pundakku, aku jatuh, tak sadarkan diri.