-->

“Diambang Kematian” (Kisah Nyata) Pesugihan yang Memakan Tumbal Setiap 10 Tahun Sekali

Desclaimer:

Diambil dari Twitter @JeroPoint

Cerita ini menggunakan sudut pandang pertama sebagai narasumber tunggal. Segala bentuk nama dan tempat disamarkan demi melindungi privasi narasumber. Bagi teman-teman yang menyadari segala bentuk 'clue' dalam cerita ini, harap menyimpannya untuk diri sendiri saja. 

Secara garis besar cerita ini ditulis langsung oleh narasumber. Saya hanya sedikit merapihkan agar lebih nyaman dibaca.

“Diambang Kematian”

Langsung aja, mari kita mulai

----------------------------- 

Halo, namaku Nadia. Seorang anak bungsu dari dua bersaudara. Aku memiliki kakak laki-laki yang jarak usianya lebih tua 4 tahun dariku. 

Meski kami sering bertengkar, tapi dulu, kakak telah mengajarkan banyak hal padaku yang mana sampai sekarang telah menjelma menjadi suatu kebiasaan, misalnya—

Tutup mata dan telinga ketika ‘dia’ datang. ‘dia’ yg kumaksud ialah makhluk bengis yg selalu meneror kami sejak kecil—tubuhnya manusia, namun kepalanya berwujud kambing dengan tanduk-tanduk meruncing, mata merah menyala dan telapak tangan besar lengkap dengan kuku-kuku hitam panjang yang mana nampak lebih tajam dari pisau.

Makhluk itu yang telah merenggut keutuhan keluargaku dan ‘dia’ selalu datang pada setiap malam Selasa dan beberapa malam-malam tertentu. 

Kalau kalian bertanya, apakah makhluk itu sampai sekarang masih suka datang? Iya, dia tak pernah absen menyiksaku dan bahkan ketika menulis ini, aku merasa seperti diawasi oleh banyak mata-mata tak terlihat dari berbagai arah. 

Sebenarnya aku bingung dari mana harus mulai cerita, rasanya kayak udah terlalu banyak, menumpuk, ruwet, dan takut.

Aku benar-benar merasa sendirian sekarang menghadapi situasi ini, disaat bapak seolah juga pasrah menyerahkanku pada ‘dia’. 

Jadi maaf ya, kalau ceritanya, agak lompat-lompat. 

Kami tinggal di salah satu kota besar di Jawa Timur. Dulu, keluargaku bisa dibilang keluarga yang bahagia banget, semuanya nyaris terasa sempurna--memiliki kedua orang tua yang lembut, mengayomi, tak pernah kasar, dan pejuang keluarga. 

Bapak dan Ibu adalah pedagang di pasar, dari toko kecil, kemudian merambat pesat sampai punya toko besar dan jadi distributor sembako ke warung-warung yang menyebar sampai ke kota seberang. 

Perkembangan usaha keluargaku amat pesat dalam waktu yang terbilang singkat,

“Wah, orang tuaku hebat”

Setidaknya, dulu aku pernah berpikir seperti itu. 

Kami tinggal di salah satu kawasan perumahan, diantara rumah-rumah lain, hanya rumah kami lah satu-satunya yang paling sibuk karena tak pernah berhenti merenovasi. 

Kayak, ada aja yang dibenerin atau diganti. Sampai-sampai bentuknya terus berubah-ubah dan jadi gak karuan. 

Aku lupa tahun berapa persisnya rumah kami mulai melakukan renovasi secara terus menerus—namun seingatku itu terjadi mulai awal tahun 2000-an, waktu itu aku masih kecil. Btw, aku kelahiran tahun 97. 

Disaat ekonomi meroket, namun justru hubungan keluarga kami menjadi terasa tak seerat dulu sewaktu masih menjalani hidup sederhana. Bapak dan Ibu juga jadi sering bertengkar. Kayak, nggak ada lagi tuh Quality Time nonton TV bareng sebelum tidur. 

Bapak juga jadi tempramental, kami satu keluarga dilarang bersih-bersih rumah. Kalau aja ada salah satu dari kami yang ketahuan mengepel lantai, bapak pasti langsung marah-marah dan ngucap—

“KAMU MAU MATI?!” 

Itu lah yang membuat rumah kami nampak besar namun kotor dan lebih cocok disebut kandang dibanding rumah.

Kadang, aku pun malu kalau setiap ada teman yang main ke rumah. Jadi serba-salah. 

Awalnya semua baik-baik aja sampai suatu ketika, ibu menjadi aneh.

Ibu jadi sering melamun, pandangannya sering kosong, dan ibu mulai sakit-sakitan. 

Setiap malam diatas jam 12, Ibu selalu melindur tidur sambil berjalan ke arah halaman belakang. Cuma diam aja lihat natap ke arah pohon jambu yang ada dibelakang rumah. Kadang juga melindur jalan ke luar rumah, tapi cuma jongkok di teras melamun dengan tatapan kosong. 

Ibu sering berteriak-teriak histeris ketakutan seperti disergap makhluk yang mana hanya dia sendiri yang bisa melihatnya. 

Waktu itu, kami berpikir mungkin itu dampak dari demam ibu.

Sampai tak lama berselang, aku melihat bapak bawa dua kepala kambing hitam. 

Tapi ketika ditanya sama kakak, bapak malah balik marah dan nyuruh kami semua masuk kamar. 

Sejak saat itu, aku masih ingat kata-kata terakhir yang sering diucapin sama ibu ke aku dan kakak, “maafin ibu, ya. Kalian harus nurut sama bapak, biar kalian hidup selamat.”

Seringkali ibu nangis tiap ngucapin itu yang bikin aku dan kakak juga jadi ikutan nangis. 

Setelah itu sakit ibu semakin parah, demamnya sering buat dia sampai kejang-kejang sampai hari mengerikan itu terjadi.

Kami sedang makan di ruang tengah yang tak memiliki sekat dengan dapur. 

Waktu itu Ibu tiba-tiba bilang haus terus mau mengambil minum ke belakang. Tapi ibu malah masak air di panci besar. 

Aku mengira, mungkin ibu mau mandi air hangat. Namun yang dilakukan ibu justru membuat aku menjerit histeris. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, ibu berdiri di depan kompor, dia membuka tutup panci yang airnya sudah menggolak mendidih.

Setelah itu,secara mengejutkan ibu mencelupkan kepalanya sendiri ke dalam air mendidih yang masih berada di atas kompor yang menyala tersebut. 

Kami berteriak, bapak sigap berlari menghampiri ibu, namun ketika kepala itu di tarik paksa dari dalam panci sampai tubuhnya terjatuh ke lantai dan ibu nampak kejang-kejang tanpa bola mata hitam (matanya putih semua). 

Di situ ibu meninggal dengan cara yang mengenaskan di depan anak-anaknya.

Tahun 2002, Ibu meninggal.

Setelah kepergian ibu, rumah kami mulai semakin banyak teror yang menjadi-jadi dan kami mulai dihantui oleh makhluk kepala kambing yang mana kehadirannya telah diundang. 

Kematian ibu dan bagaimana cara dia meninggal masih terus terngiang-ngiang di kepalaku.

Itu merupakan duka pertama, sekaligus menjadi awal mula dari petaka yang menimpa kami.

Sampai sekarang tak diketahui pasti apa alasan dibalik meninggalnya ibu.

Namun orang-orang mengatakan bahwa ibu mengalami depresi tingkat akut dan gangguan kecemasan. 

Entah darimana informasi tersebut bersumber, semua opini tentang ibu berkembang liar begitu saja yang kadang membuat aku dan kakak ikut merasa tersinggung.

“Kok bisa ya, mereka menilai begitu tentang ibu.” 

Namun ya, kami cuma bisa diam, menyimpan kekesalan sendiri.

Hari-hari tanpa ibu terasa jauh berbeda, bapak juga jadi jarang pulang dan sering tidur di toko. Rumah sebesar ini Cuma dihuni oleh aku dan kakak. 

Sejak usaha bapak berkembang, bapak tidak pernah mau memakai pembantu rumah tangga, katanya dia tidak suka kalau ada orang luar di antara kami . Alhasil ibu lah yang mengurus semua pekerjaan rumah sendiri dan diwaktu bersamaan ibu juga membantu usaha bapak di pasar. 

Namun yang sangat terasa berbeda ialah suasana rumah, aku benar-benar merasa asing di rumah sendiri. Suatu malam, sebelum 40 hari meninggalnya ibu, tengah malam kakak mengetuk-ngetuk kamarku, dia tampak gemetar ketakutan dan wajahnya banjir keringat. 

Namun malam itu kakak nggak bercerita apa pun, dia Cuma bilang mau tidur di kamarku, soalnya kamarnya panas. 

Namun beberapa tahun setelah itu, kakak baru bercerita bahwa yang sebenarnya terjadi sebenarnya malam itu ialah dia mimpi melihat ibu dikerangkeng rantai besi, ibu menangis kesakitan dan berteriak menyuruh kakak lari, tapi kemudian ada makhluk hitam besar berbulu yang menyergap kakak dan akhirnya kakak tersentak bangun . 

Tapi ketika sudah bangun, kakak masih mendengar suara ibu menangis dari arah halaman belakang yang mana memang jendela kamar kakak menghadap langsung ke halaman belakang. 

Suara ibu menangis merintih terdengar begitu jelas dan tak berhenti. Merasa merinding kakak akhirnya keluar kamar dan membangunkan aku. 

Memang sejak Kami sering ditinggal di rumah berdua, kami sering mendengar suara-suara aneh seperti derap langkah keras dari lantai atas tepatnya dari kamar ruang kerja bapak yang kami semua dilarang untuk membuka apalagi masuk ke dalam ruang tersebut, suara benda-benda terjatuh sendiri, suara orang menangis, kakak juga pernah melihat sosok seperti kuntilanak yang merayap di jendela kamarnya. Kuntilanak itu katanya tersenyum lebar dengan mata melotot menatap ke arahnya.

Hampir setiap malam kami sering mendengar suara kambing dari arah halaman belakang, padahal kami tinggal di perumahan yang bisa dibilang elit, tak ada satu pun tetangga yang memelihara kambing. 

Sampai-sampai aku juga pernah beberapa kali ditanya sama tetangga yang menduga kami memelihara kambing di rumah karena ternyata tetangga-tetangga kami juga mengaku sering mendengar suara kambing setiap tengah malam sampai waktu menjelang subuh. 

Tahun demi tahun kami tak punya pilihan selain terus melanjutkan hidup. Berupaya terbiasa dengan segala keanehan-keanehan di rumah dan bapak yang setiap hari senin selalu saja melakukan ritual di ruang kerjanya dengan membawa kepala kambing hitam. 

Bisnis bapak memang semakin maju, bapak juga dapat banyak proyek-proyek lain, tak memungkiri aku pun ikut menikmati segala fasilitas yang bapak kasih dan itu memang lebih dari kata cukup. 

Bapak juga sering bersedekah ke masjid dan ke panti-panti. Setidaknya itu hal positif yang aku lihat dari bapak yang secara gak langsung membantu aku menampik segala pemikiran buruk tentang bapak . 

Sampai pada 2012, pertengkaran hebat terjadi antara kakak dan bapak . Waktu itu kakak mengamuk tak terkendali sampai bawa-bawa pisau mengancam mau membunuh bapak, 

aku yang melihatnya tentu cuma bisa menangis sembari berusaha sekuat tenaga menahan kakak agar tidak kelepasan,

“KAMU BUNUH IBUKU! SEKARANG GANTIAN!” 

Aku terkejut dengan kata-kata kasar yang berulang kali diteriaki oleh kakak ke bapak, kakak tersulut emosi seperti orang kesetanan. Sedangkan bapak hanya berdiri terdiam tanpa melakukan perlawanan apapun seolah mengakui perbuatannya. 

Bapak tiba-tiba menangis, dia bilang,“Iya, seharusnya bapak yang mati, bukan ibu.” 

Bapak menjelaskan kalau selama ini dia melakukan pesugihan atas persetujuan Ibu, mulanya perjanjian itu tidak meminta tumbal manusia, hanya ritual dan penyerahan kepala kambing hitam sebagai pengganti tumbalnya. 

Tapi nggak diduga oleh bapak, tiba-tiba dia mendapat mimpi kalau iblis itu meminta tumbal dari orang yang paling disayang oleh bapak. Dia meminta salah satu dari anak-anak bapak yaitu antara aku dan kakak. 

Namun ibu menolak, kemudian ibu menawarkan diri untuk menjadi pengganti kami, sampai ibu meninggal secara tragis begitu.

“Bapak nyesal, maafin bapak.” 

Aku gaktahu gimana menyikapi kenyataan yang mengejutkan itu, aku terlalu kaget dengan semua yang baru aja aku dengar.

Satu-satunya yang bisa kulakukan sebagai anak usia 15 tahun waktu itu cuma nangis. 

Beberapa hari setelah itu, kakak nggak pulang ke rumah. Gak tau dia pergi kemana , aku Cuma sendirian, ngobrol sama bapak pun hanya sekedarnya saja. Sampai bapak akhirnya mencari kakak yang menginap di rumah temannya lalu memintanya untuk pulang. 

Bapak mengumpulkan kami, di situ dia mengakui kesalahannya dan dia menjelaskan kalau tidak memiliki pilihan lain selain melanjutkan apa yang udah dia mulai,“kalian berdua sudah dewasa, bapak nggak ingin ada korban lain setelah ibu.” 

Pada inti dari pembicaraan itu bapak secara nggak langsung meminta kami untuk menerima kenyataan menyedihkan sekaligus mengerikan itu bapak meminta kita untuk membantu bapak melanjutkan ritual dan menjaga rahasia keluarga ini agar kami semua selamat dan tidak ada tumbal lagi. 

Kami pun terpaksa, melanjutkan hidup sesuai dengan apa yang diminta bapak. Gimana pun aku, kenyataan yang harus kami hadapi ialah ini semua telah terjadi dan gak gak bisa diubah. 

Aku dan kakak juga gakmau ada korban tumbal lagi yang menyusul seperti ibu. Jadi ya, mulai hari itu kami bukan hanya sekedar tau, melainkan juga ikut membantu bapak setiap kali bapak melakukan ritual, renovasi rumah, termasuk menjaga rumah tetap kotor. 

Di situ kami tahu kalau bapak selalu mengubur kepala kambing bekas penumbalannya di halaman belakang rumah. 

Ingatanku langsung tertuju pada suara-suara kambing yang kami dan para tetangga dengar setiap malam sampai menjelang subuh. 

Semakin hari semakin banyak serangga bahkan kalajengking yang gaktau dari mana sumbernya tapi seperti keluar dari sela-sela lantai.

Habis itu bapak langsung mengganti semua keramik dalam rumah 

Sumpah benar-benar rumah gak nyaman banget, rumah yang seharusnya jadi tempat tenang malah setiap hari rasanya selalu was-was sama hal buruk apa lagi ya tuhan yang akan menimpa kami. 

Dan benar saja, meski kami telah berusaha untuk memenuhi kemauan bapak dalam membantu setiap ritual tapi yang dikhawatirkan tetap saja terjadi. 

Beberapa bulan setelah itu, masih ditahun yang sama 2012, kakak meninggal secara mendadak dengan sekujur tubuh membiru dan mata mendelik ke atas seperti orang tercekik. 

Sempat dibawa ke dokter ketika kakak masih kejang-kejang namun ternyata kakak sudah meninggal sejak diperjalanan ke rumah sakit. 

Dokter bilang penyebab kakak meninggal ialah karena penyumbatan pembuluh darah yang kemudian berdampak ke paru-paru dan jantung. 

Sepengetahuanku, kakak adalah orang paling jarang sakit diantara kami, jadi itu semua tentu tidak masuk akal, dan lagi-lagi aku Cuma bisa nangis. 

Hari itu , aku benar-benar membenci bapak

Tapi sehabis itu, aku justru mengalami banyak kejadian-kejadian aneh, dan teror yang bikin aku sulit tidur. Seolah aku jadi bisa melihat mereka yang tak kasat mata. 

Nggak lama setelah kematian kakak, untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan makhluk kepala kambing itu.

Satu hal yang gak pernah aku bayangkan semasa hidup ialah ketika hidupku seperti sudah tak memiliki batas dengan mereka yang tak kasat mata. 

Aku jadi bisa mendengar suara-suara aneh tapi gak ada wujudnya , tapi kadang aku bisa melihat sosoknya tapi ketika makhluk itu seperti berbicara kepadaku namun aku tidak bisa mendengar suaranya. 

Aku gaktau kenapa semua itu bisa begitu tapi yang pasti, hidup tanpa batas dengan mereka benar-benar membuat aku seperti orang gila yang gak bisa membedakan mana halusinasi dan mana realita. 

Aku sempat berpikir kejiwaanku terganggu, aku minta sama bapak untuk ke psikolog namun sama sekali gak ada perubahan, yang ada malah kian hari mereka terus mengangguku sampai aku sakit, demam tinggi dan hampir satu bulan tidak mau ke sekolah. 

Aku merasa menjadi manusia paling aneh ketika melihat "mereka" yang orang lain gak lihat dan itu benar-benar susah banget buat bisa berpura-pura jadi orang normal seperti dulu. 

Kalau aku ceritain satu per satu gangguan yang aku alami nanti tulisan ini jadi kepanjangan, jadi aku ceritain ‘mereka’—makhluk bengis yang berkaitan dengan pesugihan yang bapak lakukan saja, yaitu makhluk si kepala kambing. 

Aku lupa kapan tepatnya, kira-kira ini terjadi sekitar beberapa minggu setelah kematian kakak. Waktu itu aku ingat tengah malam sekitar jam 1, aku mendengar suara bapak ketawa keras banget dari ruang kerjanya di lantai atas rumah. 

Sakin kerasnya itu sampai buat aku kebangun dari tidur, aku coba bodoamat terus lanjut tidur, tapi aku mendengar suara langkah orang lari-lari kenceng dan terdengar ramai serentak. Aku penasaran, karena itu ngeganggu tidur banget. 

Jadi aku keluar buat meriksa apa yang lagi bapak lakuin, pas aku keluar kamar langsung kecium bau dupa dan kemenyan yang menyengat hidung.

“Ritual apa kok rame-rame” pikirku . 

Aku beraniin diri naik ke lantai atas, pas sampai depan ruang kerja bapak aku mendengar suara napas berdengus kasar dan temponya cepat. 

Awalnya, aku ragu-ragu buat buka ruangan itu karena teringat pesan bapak untuk jangan coba-coba masuk ke ruang kamar itu. 

Tapi suara yang aku dengar itu semakin keras, aku juga takut terjadi apa-apa sama bapak di dalam.

Rasa penasaranku mengalahkan ketakutan dan keragu-raguanku. 

Pelan-pelan aku buka pintu kamar itu sekedar agar bisa mengintip, namun betapa terkejutnya aku ketika yang aku lihat ternyata bukan bapak, 

Melainkan makhluk setengah manusia dengan kepala kambing dan tanduk meruncing itu terlihat sedang malam dengan lahap seperti binatang buas kelaparan, dia duduk membelakangiku, aku coba melihat apa yang dia makan, dan tau ? ... 

Sampai hari ini aku masih gak percaya jika mengingat kejadian itu, aku masih berharap apa yang aku lihat itu cuma halusinasi. 

Tapi aku melihat secara jelas dan nyata makhluk itu lagi makan potongan-potongan tubuh yang gak lain ialah mayat dari kakakku sendiri. 

Aku syok! Mau teriak tapi gak bisa, mau lari badan rasanya kaku kayak patung. Aku Cuma berdiri dengan tubuh gemetar dan makhluk itu menengok ke arahku. 

Mata merahnya menyorot tajam dan secepat kilat dia berbalik badan ke arahku lalu menyergapku seperti akan menerkam.

Habis itu tiba-tiba pandanganku, gelap. 

Aku terbangun di kamarku, kepala rasanya pusing banget dan badan terasa remuk pada sakit seperti habis dibanting. 

Di lengan dan badanku juga banyak luka seperti luka cakar.

Aku manggil-manggil bapak dan bapak bilang semalam aku pingsan di depan ruang kerjanya. 

Dengar bapak ngomong kata “ruang kerja” seketika aku teringat kejadian yang kulihat tadi malam yang bikin aku sampai pingsan. 

Aku langsung gemeteran, aku nangis, takut banget. Aku ceritain semuanya sama bapak,“yang kamu lihat itu salah, nggak mungkin, kan kamu lihat bapak sendiri yang makamin jenazah kakak. Jadi gakmungkin.” 

Bapak beranggapan aku melindur, ya aku berharap yang bapak bilang itu benar tapi yang aku lihat tadi malam itu benar-benar nyata. Kalau aku Cuma halusinasi, terus apa penyebab luka-luka di badanku ini. 

Waktu itu aku setiap makan aku selalu mual karena selalu teringat kejadian makhluk kepala kambing itu makan mayat kakak. 

Dan sejak hari itu, si kepala kambing itu selalu datang menampakan dirinya setiap malam Selasa. 

Dia selalu mengangguku dan bikin aku jadi kayak orang gila yang gak bisa hidup normal. Bertahun-tahun aku merasa seperti“ kayaknya lebih baik dibanding terus hidup kayak gini” 

Bapak masih terus melakukan ritual rutin penumbalan kepala kambing dan ya sebagaimana yang dijanjikan usaha bapak terus berkembang dari tahun ke tahun. 

Tapi hidupku semakin terus kesiksa dan gak pernah lagi merasa tenang, selalu seperti diawasi dan was-was terhadap setiap kemungkinan terburuk yang mungkin aja terjadi kapan pun. 

Singkat cerita, aku kaget tiba-tiba bapak mengajakku pergi ke satu daerah di ujung pulau Jawa.

Di sana kami mengunjungi satu rumah semi permanen dii satu desa yang berada dekat dengan alas mistis yang terkenal dengan kleniknya. 

Sumpah, jalan menuju desa itu tuh serem banget, aku melihat banyak penampakan dengan wujud aneh-aneh yang bikin aku mending merem aja sepanjang jalan dibanding buka mata dan melihat yang begituan yang bikin perut mual. 

Aku juga mendengar suara bisikan-bisikan kuat entah dari mana yang menyuruh untuk Mati, kayak;

"Mati aja!"

"Sebentar lagi kamu Mati!"

"MATI!"

bisikan itu datang dari berbagai arah, dan yang bisa aku lakuin cuma tutup telinga dan merem di sepanjang perjalanan. 

Sesampainya di sana ternyata itu rumah dukun tempat bapak melakukan ijab pesugihan dulu. 

Tujuan bapak datang lagi ke rumah itu ialah untuk menceritakan semua yang terjadi pada keluarga kami akibat makhluk dalam perjanjian itu dan bapak minta tolong sampai mohon-mohon untuk bisa dibantu agar terlepas dari ikatan pesugihan itu. 

Bapak juga menjanjikan akan melakukan dan memberikan apa aja yang diminta agar bisa dibantu untuk memutus pesugihannya. 

Namun responnya diluar dugaan dan harapan kami,

Aku ingat banget, dukun itu Cuma ngomong dengan datarnya,

“Semua sudah terlambat, dia tidak akan melepas kamu” 

Di situ bapak marah-marah , dia ngamuk ngacak-ngacak benda apa aja di sekitarnya sambil nunjuk-nunjuk nyalahin si dukun yang dari awal bilang gak akan ada tumbal manusia, tumbal yang disepakati cuma kambing aja, ritual, renovasi rumah, jaga rumah kotor dan bla-bla-bla,bapak meledak mengoceh yang membuat telingaku sampai sakit mendengarnya, 

Tapi dukun itu malah balik membentak bapak dan bilang,

“KESERAKAHAN KAMU SENDIRI YANG BIKIN KAMU KAYAK GINI!” 

Habis itu kami di usir, dan kedatangan kami jauh-jauh ke sini Cuma sia-sia.

Aku gaktau apa yang membuat bapak keliatan panik seperti ini, bapak tidak pernah seperti ini sebelumnya. 

Aku menduga-duga mungkinkah bapak mengetahui sesuatu tapi menyembunyikannya. 

Mulai hari itu, bapak beberapa minggu gak melakukan ritual sampai suatu hari dia mengamuk di ruang kerjanya sendiri sampai nangis, di situ aku baru pertama kali lagi liat bapak nangis sampai terisak lebih dari pada kematian ibu dan kakak yang air matanya masih bisa dia tahan-tahan. 

Bertahun-tahun pula kami pergi dari satu duku ke dukun lain, guru spiritual, dan semua orang pintar kenalan bapak yang entah dari mana kami datangi untuk meminta bantuan agar bisa terbebas, tapi yang kami dapat malah sebaliknya, 

Ketika mengunjungi rumah ‘orang pintar’ berlabel kyai dari kenalan bapak , dia menyampaikan hal yang paling kutakutkan. 

Makhluk itu bahkan masih selalu datang khususnya di setiap malam Selasa, dan hari-hari lainnya aku selalu merasa seperti diawasi bahkan sampai ketika aku mengetik ini. 

Rasanya aku benar-benar capek sekarang, aku Cuma bisa berdoa semoga tuhan memberikan jalan terbaik dan kalau pun harus mati, mungkin itu yang terbaik.