-->

Sejarah Pangeran Walangsungsang

Pangeran Walangsungsang (bahasa Sunda: ᮌᮥᮞ᮪Gusᮒᮤti ᮝWaᮜᮀlangᮞᮥᮀsungᮞᮀsang, والاڠسوڠساڠWalangsungsang ڮوستيGusti), (dikenal juga sebagai Ki Somadullah, Haji Abdullah Iman, Pangeran Cakrabuana dan Mbah Kuwu Sangkan) merupakan putra Prabu Siliwangi dari Nyi Subang Larang.

Pangeran Walangsungsang mempunyai dua adik yakni Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara. Ketiga anak ini diyakini yang telah membangun pedukuhan Cirebon (Caruban Nagari).

Sejarah Pangeran Walangsungsang

Pangeran Walangsungsang, menurut Naskah Mertasinga, keluar dari Istana karena kecewa atas perlakuan Prabu Siliwangi kepada ibunya, Dia bersama Rara Santang, kemudian pergi dan pada akhirnya menjadi cikal bakal berdirinya Cirebon, Pangeran Walangsungsang beradasarkan sejumlah sumber menikah dengan dua wanita dan memiliki 10 orang anak, yakni 8 wanita dan 2 pria. Istri Walangsungsang diantaranya adalah Nyimas Indang Geulis yang melahirkan putri pakungwati Yang kemudian menikah dengan Sunan Gunung Jati.

Perjalanan Ke Mekkah

Pada Tahun 1448 Atas anjuran Syekh Datuk Kahfi, Walangsungsang dan Lara Santang berlayar ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Kota Mekkah saat itu berada di bawah naungan Kesultanan Mamluk yang berpusat di Mesir. Kedua bangsawan Sunda ini hidup di Mekkah selama tiga bulan, di bawah bimbingan Syekh Bayanullah (saudara Syekh Datuk Kahfi). Selama di Mekkah, Walangsungsang dan Lara Santang masing-masing mengambil nama Arab, yakni Haji Abdullah Iman dan Syarifah Mudaim.

Lara Santang kemudian menikah dengan seorang amir atau bangsawan setempat bernama Syarif Abdullah, dan berputrakan Syarif Hidayatullah (kelak menjadi tokoh berpengaruh di Jawa) yang dipekirakan lahir pada tahun itu juga. Ia tampaknya menetap di sana bersama suami dan putranya, sementara Walangsungsang pulang ke Cirebon.

Masa Pemerintahan

Walangsungsang berkuasa sebagai Kuwu Cirebon menggantikan Ki Gede Alang-Alang. Ia kemudian memproklamirkan Cirebon sebagai sebuah Nagari, di mana ia meleburkan seluruh Nagari Singapura ke dalam kekuasaannya. Ia juga menyatukan Nagari di sekelilingnya, yakni Surantaka, Wanagiri, dan Japura ke dalam Kesultanan Cirebon. Sejak saat itu, Walangsungsang lebih dikenal dengan nama barunya, Pangeran Cakrabuana.

Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Cirebon berbatasan dengan Cimanuk (Indramayu) di barat, Rajagaluh (Majalengka), Saunggalah (Kuningan), Dayeuhluhur, dan Pasirluhur (Cilacap-Banyumas) di selatan, Paguhan (Tegal-Pemalang) di timur, dan Laut Jawa di utara. Pelabuhan utamanya adalah Muara Jati.

Cakrabuana tetap berkuasa di bawah Kerajaan Galuh. Ia mengirimkan upeti (bulubekti) tahunan kepada Tohaan ("Yang Dipertuan") atau Raja Galuh yang juga merupakan kakeknya, Dewa Niskala. Sang kakek mengirim misi perutusan ke Cirebon untuk melantik Cakrabuana secara resmi sebagai raja daerah dengan gelar Tumenggung Sri Mangana. Misi ini dipimpin oleh Tumenggung Jagabaya dan Raden Kian Santang (adik kandung Cakrabuana). Kian Santang kemudian menetap di Cirebon mendampingi kakaknya.