(Seluruh keluarga yang dia sayang harus mati agar dia tau rasanya kehilangan orang tersayang)
Seorang lelaki yang baru saja pulang dari pabrik tempatnya bekerja tampak sedang mengayuh sepedanya dengan cepat ketika melewati jalanan sepi menuju kontrakannya.
Lelaki itu bernama Halil, dia bekerja di salah satu pabrik di daerah tersebut, biasanya ia pulang pada pukul 5 sore, namun hari itu ia mendapat pekerjaan tambahan (lembur) sehingga mengharuskan nya untuk pulang malam hari.
Keringat dingin menetes dari dahi, sepedanya mulai terasa berat setelah melewati pohon rambai pinggir jalan di depan rumah kosong tadi. Detak jantungnya pun semakin kencang.
Deg deg deg...
"Oy, Halil.." panggil seseorang dari arah yang berlawanan
"Ya." jawabnya cepat tanpa sadar
Namun ketika ia menghentikan kayuhan sepeda untuk melihat kesekeliling, ternyata tak ada siapapun di sekitar sana.
Hanya ia sendirian saat itu.
Dengan terburu2 Halil kembali mengayuh sepedanya secepat mungkin, hingga beberapa saat kemudian dari arah depan jalan itu ia melihat seseorang berdiri dengan memegang sebuah kepala ditangannya, yang seketika membuat Halil beserta sepedanya
Terjatuh....
"Man.. Rahman..." Panggil seseorang yang berlari kearah ke 2 lelaki yang sedang berjaga di pos depan rumah besar tersebut
"Aduuuhhh.. Ada apa sih Cu??? Orang lagi seru2nya dengerin cerita Rahman malah diganggu." Sungut Jepri dengan raut wajahnya yang ketus.
(Ya, cerita Halil barusan merupakan kisah yang diceritakan oleh Rahman untuk teman kerjanya tersebut, sekedar menemani mereka ngopi malam itu.)
"Itu bos. Istrinya sakit, kalian diminta bantu bawa ke mobil." Ujar cu Leni
"Hah?? Sakit apa cu?? Perasaan sore tadi baik2 saja."
"Ya tidak tau sakit apa. Makanya itu mau dibawa pak bos ke RS.
Cepetan sana! Gak usah banyak tanya. Sudah kaya wartawan aja." Ujar cu Leni balas marah pada keduanya.
Sebelum mengikuti cu Leni dan Rahman masuk kedalam rumah, Jepri terlebih dulu menghabiskan kopinya yang sisa 2 jarian, kemudian ia langsung berlari kedalam rumah.
Di dalam kamar bosnya, mereka langsung mengucapkan permisi masuk untuk membantu.
Di atas kasur mahal tersebut, istri bos mereka yang cantik itu sedang terbaring tak sadarkan diri. Di sprei tampak ada bercah2 darah yang menghitam.
"Permisi bu bos pak bos" Ucap keduanya bersamaan ketika akan mengangkat tubuh istri bosnya tersebut.
Namun beberapa kali percobaan mereka bertiga gagal untuk mengangkat tubuh wanita itu.
Tubuhnya terasa sangatlah berat, padahal kalau dilihat bb wanita itu paling hanya 50 kg'an. Tapi entah kenapa yang mereka rasakan seperti berpikul2 beratnya.
Rahman menatap Jepri yang memberikan kode padanya.
"Bagaimana kalau mantrinya saja yang kita panggil ke rumah pak?" Tanya Rahman
Lelaki itu menarik nafas panjang, lalu kemudian ia mengangguk. Karena ia sendiri pun merasa sangat tidak kuat untuk mengangkat tubuh istrinya.
Lalu Jepri bergegas keluar, ia sendiri yang akan memanggil pak mantri kerumah.
Sesampainya di pos, Jepri langsung mengambil kunci motor beat karbu hitam kesayangannya yang tergantung di dinding pos. Lalu ia membuka sedikit pagar untuk jalan keluar motornya.
Tidak menunggu lama, ia bersama motor kesayangannya itupun sudah melaju di jalanan sepi komplek perumahan tersebut.
Tidak lama ketika ia keluar dari jalanan komplek, ia melihat rombong penjual nasi goreng pinggir jalan yang tampak ramai pembeli.
Aroma wangi nasi goreng itu membuatnya menelan ludah.
Beberapa saat kemudian, Jepri pun akhirnya tiba di rumah pak Mantri.
Rumah itu tampak sepi, namun dari tirai putih yang menutupi kaca rumah tersebut, ia bisa melihat cahaya tv yang menyala.
Setelah mengetuk beberapa kali, keluarlah seorang lelaki berusia 40 tahunan.
Dia lah pak mantri yang bernama Riadi.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Iya pak mantri. Istri bos saya sakit. Apakah pak mantri bisa mendatangi kerumah bos saya?"
"Siapa bosmu?"
"Pak Ferdi Jaya."
Mantri itu langsung mengangguk begitu mendengar nama tersebut. Siapa yang tak kenal nama itu, salah satu orang ternama dan terpandang di daerah tersebut.
(Nama sudah diganti agar tidak menimbulkan masalah. Bagi narsum dan omrasth sendiri.)
"Baik, tunggu sebentar ya." Ujar pak mantri lalu kembali masuk kedalam rumah, tidak lama kemudian beliau keluar lagi dengan memakai jaket dan kacamatanya.
Mereka berdua beriringan menuju ke rumah pak Ferdi, dan ketika sampai di depan pagar, Jepri langsung membukakan pagar untuk pak mantri dan motornya. Setelah pak mantri masuk, barulah Jepri juga masuk, namun saat akan menutup pintu pagar Jepri melihat sekelebat bayangan putih yang menghilang dibalik pohon di seberang jalan.
Ketika bulu tengkuknya mulai merinding, cepat2 Jepri menutup pintu pagar dan menguncinya, ia juga bergegas lari memasuki rumah.
Dilihatnya Rahman yang sedang duduk lesehan di depan kamar bos mereka.
"Aku melihat ada sesuatu berwarna putih, syuutt langsung menghilang dibalik pohon seberang jalan itu man." Bisik Jepri seraya memperagakan bagaimana sosok putih2 itu melintas dan menghilang.
Rahman tetap terdiam tak menggubris cerita Jepri.
"Kau kenapa man?"
Rahman menggeleng, namun raut wajahnya menunjukkan ada sesuatu yang mengejutkan baru saja terjadi.
"Aku melihat bu bos muntah darah dan paku jep. Jelas itu bukan penyakit medis." Bisik Rahman
"Hah?? Serius??"
Rahman mengangguk,
Di dalam kamar, pak mantri mengatakan kalau kemungkinan istri pak Ferdi itu terkena penyakit paru2.
Dan di sarankan untuk segera membawanya ke RS. Agar bisa di periksa lebih lanjut. Sebab alat2 yang pak mantri bawa hanyalah alat2 biasa saja. Seperti beberapa jenis obat2an dan Tensimeter.
"Maaf pak bos, berarti kita bisa meminta bantuan pak Mantri untuk mengangkat bu bos ke mobil." Ujar Rahman.
Pak Ferdi mengangguk, dan meminta tolong pada pak mantri untuk membantu mereka mengangkat istrinya.
Awalnya pak mantri kebingungan, namun karena yang meminta tolong adalah orang terpandang yang banyak uang, tentu pak mantri tak berani menolak meski ia merasa aneh kenapa harus berempat mengangkat wanita selangsing istri pak Ferdi itu.
Akan tetapi raut wajahnya seketika berubah ketika mengangkat tubuh wanita tersebut, beratnya sama sekali berbeda dengan apa yang ia bayangkan.
Tapi pak mantri tak berani berkata apa2, ia mencoba sekuat tenaga agar tubuh istri pak Ferdi bisa terangkat.
Alhasil meski kesusahan, mereka berempat akhirnya berhasil membawa tubuh istri pak Ferdi kedalam mobil.
Dengan di temani cu Leni mereka pun melaju menuju ke RS meninggalkan Rahman, Jepri dan pak Mantri yang masih ngos2an mengatur nafas.
"Kalau begitu, saya pamit pulang ya, sampaikan rasa terima kasih saya pada pak Ferdi." Ujar pak mantri seraya mengantongi uang yang diberikan oleh pak Ferdi tadi.
Setelah kepergian pak Mantri, Rahman langsung berlari ke arah rumah, setelah menutup pintu rumah tersebut, Rahman kembali ke pos jaga.
Ketika baru saja duduk, Jepri langsung memberondong Rahman dengan pertanyaan.
"Serius man tadi kau melihat bu bos muntah paku?"
"Iya. Tapi oleh pak Ferdi, paku2 itu langsung dibuang."
"Seram juga ya. Berarti ada kemungkinan kalau bu bos terkena santet iyakan. Secara mereka kan kaya raya, jelas pasti banyak saingan dan orang2 yang iri." Ujar Jepri
Rahman menatap Jepri sebentar, lalu ia kembali mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Entah jep, tapi kalau memang itu ulah saingannya, kenapa malah bu bos yang kena? Kenapa tidak sekalian pak bosnya?"
"Ah, pikiranmu pendek sekali, seperti sumbu petasan. Ya jelaslah istrinya yang paling dulu dijadikan target, sebab kau tau kan pak bos itu sangat sayang dengan anak istrinya, jadi kalau sampai salah satu dari anak istrinya kenapa2 itu pasti akan berpengaruh besar terhadap kinerja pak bos."
Rahman mengangguk, ia memahami maksud perkataan Jepri. Namun entah kenapa rasanya ia tak yakin.
Sementara di RS.
Istri pak Ferdi langsung ditangani.
Pak Ferdi dan cu Leni duduk menunggu dengan cemas.
Tak henti2nya cu Leni berdoa untuk kesembuhan majikan nya tersebut.
Singkatnya setelah menjalani perawatan di RS itu. Istri pak Ferdi mulai membaik, namun penjelasan dari dokter tentang penyakit yang diderita oleh istrinya itu membuat pak Ferdi dan cu Leni kaget.
Bagaimana tidak, karena setelah di cek berkali2, istri pak Ferdi dinyatakan sehat dan normal, sama sekali tidak mengidap penyakit berbahaya apapun. Sangat berbeda dengan apa yang terjadi.
"Jadi tidak ada penyakit paru2, maupun penyakit lainnya. Semuanya normal."
Dan benar saja, setelah beberapa hari berada di RS, istri pak Ferdi sudah diperbolehkan untuk pulang, dan hanya disuruh beristirahat yang cukup di rumah.
Namun baru beberapa hari ia berada di rumah, wanita itu kembali sakit lagi.
Tepatnya disore itu, ketika ia makan bakso di teras bersama pekerja di rumahnya seperti cu Leni, Rahman dan Jepri, ia batuk2 setelah menyeruput kuah bakso.
Awalnya mereka mengira hanyalah kesedak biasa namun ketika ia memuntahkan darah dan beberapa helai rambut dari mulutnya, tentu hal itu membuat cu Leni, Jepri dan Rahman kaget setengah mati. Kuah bakso itu bercampur dengan darah kental kehitam2an.
Mata Jepri melotot dan sontak tangannya menutup mulut.
Cu Leni langsung mengelus2 punggung wanita itu bermaksud supaya ibu bosnya merasa lebih baik setelah muntah tadi.
Namun tidak hanya sampai disitu, istri pak Ferdi tersebut kembali batuk2, batuknya pun terdengar sangat aneh.
"Ayo bantu aku membawa ibu ke dalam." Ujar cu Leni pada Rahman dan Jepri yang masih bengong Tanpa diminta dua kali mereka berdua langsung membantu memapah istri pak Ferdi ke dalam rumah.
Setelah keluar dari kamar bos mereka, Jepri dan Rahman saling diam2an. Mereka hanyut dalam pikirannya masing2.
"Bu bos batuk darah dan rambut. Aku melihatnya dengan begitu nyata man. Sulit dipercaya, tapi aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri." Gumam Jepri
Karena menyaksikan kejadian itu akhirnya Jepri jatuh sakit. Ia tak masuk kerja selama 2 hari. Dan 2 hari itulah Rahman berjaga seorang diri.
Sementara di rumahnya, Jepri menanyakan perihal ciri2 orang terkena santet pada salah satu kerabatnya yang bernama kakek Yusuf, yang kala itu beliau bertamu ke rumah keluarga Jepri.
"Banyak macam ciri2 terkena santet, tergantung dari jenis santet apa yang dikirimkan, ada yang di sekitar rumah terdengar seperti suara ledakan yang tidak diketahui sumbernya, ada juga yang di atap rumah terdengar seperti lemparan batu. Dan yang paling umum adalah ditemukan nya binatang2 aneh yang ukuran maupun bentuk tidak lazim, berada di dalam rumah, atau kemunculannya hanya pada sudut2 tertentu Di dalam rumah itu. Lalu tidak lama setelahnya orang yang di targetkan akan mulai jatuh sakit."
"Binatang seperti apa itu kek?"
"Bermacam2, bisa kelabang, bisa juga ulat, ular, kalajengking, atau binatang2 bersayap seperti belalang atau yang biasanya di sebut sangkalap kuyang. Binatang2 itulah yang sering dijadikan media pengantar santet di daerah kita ini."
Jepri terdiam,
"Kalau yang targetnya muntah darah lalu keluar paku atau rambut bercampur darah itu kira2 santet jenis apa kek?"
"Aku tidak tau pasti mengenai jenis2 santet, tapi kalau sudah muntah darah beserta benda2 tak lazim seperti yang kamu katakan itu, tentunya penyantet bukanlah orang sembarangan."
Jepri menelan ludahnya, matanya menatap pada kepala rusa yang terpajang di dinding rumah.
"Memangnya kenapa kau terus bertanya tentang santet? Siapa yang terkena santet?"
"Bos tempat saya bekerja kek. Kemarin saya melihat langsung dengan mata kepala saya sendiri bagaimana beliau memuntahkan darah dan rambut itu."
"Kalau orang kaya seperti itu, aku tidak heran kalau terkena santet." Ujar kakek Yusuf seraya melepaskan peci jangang dari kepalanya
Malam itu, beralih ke rumah pak Ferdi.
Rahman menyetel radio untuk menemaninya sewaktu berjaga di pos.
Tiba2 lampu di rumah pak Ferdi mati, padahal lampu2 lain di sekitarnya masih menyala seperti biasa.
Rahman beranjak dari duduknya dan langsung berjalan ke arah rumah.
Ia takut kalau terjadi apa2 pada majikannya.
Namun sepertinya semua baik2 saja, tidak terdengar adanya suara2 kegaduhan dari dalam. Rahman pun memutuskan untuk berkeliling rumah memastikan bahwa semua pintu dan jendela masih dalam keadaan terkunci.
Berbekal senter di tangannya, Rahman mulai berkeliling rumah. Senternya yang menyala terang ia arahkan kesana kemari.
Dan tidak lama kemudian, langkahnya terhenti ketika ia melihat seekor ular berwarna hitam legam melintas di depannya.
Ular itu lalu menghilang ketika sampai di dinding tembok rumah pak Ferdi. Membuat bulu kuduknya seketika meremang.
Lekas2 Rahman meneruskan langkahnya, dan berusaha menganggap apa yang ia lihat tadi hanyalah sebagian dari halusinasinya saja.
Akan tetapi, kali ini langkahnya kembali terhenti ketika ia lagi2 melihat ular yang sama persis melintas didepan nya.
Rahman berusaha mencari2 kayu disekitarnya untuk mengusir ular aneh tersebut.
Namun belum lagi sempat menemukan kayu, ular itu kembali menghilang di dinding rumah pak Ferdi.
Kali ini sebelum melanjutkan langkahnya, terlebih dulu Rahman mencari kayu yang sekiranya nanti bisa ia gunakan untuk memukul ular yang ia rasa akan kembali muncul didepannya.
Benar saja dugaannya, tidak berapa lama ia melangkah, ular yang sama kembali muncul.
Kali ini tanpa ba bi bu lagi, Rahman langsung memukul ular tersebut dengan kayu yang ia bawa. Setelah benar2 yakin kalau ular itu sudah mati, Rahman mendekatinya, ia melihat di bagian perut ular ada garis lurus membelah perutnya berwarna kuning tua. Namun ketika akan menyentuh ular itu dengan sebuah ranting, senter yang ia pegang mendadak mati.
Dan bersamaan dengan senternya yang kembali menyala, lampu di rumah pak Ferdi pun juga menyala.
Namun bangkai ular yang tadi ia bunuh, lenyap hilang tak tau kemana.
Seketika bulu kuduk Rahman mulai meremang lagi.
Ia langsung berbalik kemudian berlari kearah pos.
Malam itu benar2 mencekam, bahkan suara kendaraan melintas di depan rumah pun tidak ada sama sekali.
"Jepri, jepri. Bagaimana mungkin dia langsung jatuh sakit setelah melihat bu bos muntah darah waktu itu. Coba saja kalau kau ada disini malam ini, tentu pos tidak sepi begini." Gumam Rahman.
Ketika ia hendak menyeruput kopinya yang tinggal sejari, Rahman tiba2 tersentak, karena ia mendengar suara desisan ular persis dibelakang tengkuknya.
Akan tetapi ketika ia berpaling, tidak ada apapun dibelakangnya. Lagi pula aneh rasanya jika ada ular di yang berdesis dibelakangnya, sementara ia saat itu duduk di atas kursi.
Rahman menjadi sedikit lega, ia lalu kembali menyetel radio dengan volume yang lumayan kencang.
Suara siaran radio tiba2 saja berubah gemerisik, dan lamat2 terdengar suara lain, suara seorang perempuan yang membaca sesuatu dalam bahasa daerah mereka.
Alis Rahman mengkerut,
"Sejak kapan pula disiaran radio ada yang seperti ini?" ujarnya sembari mencari2 channel radio yang sebelumnya ia dengarkan.
Namun anehnya, semua saluran radio menyiarkan suara yang sama, akhirnya karena ia tak juga bisa menemukan siaran radio sebelumnya itu membuat Rahman memilih untuk mematikan radionya.
Malam itu terasa waktu begitu lambat berlalu.
Sesekali Rahman menatap rumah pak Ferdi, berharap ada seseorang yang keluar dari dalam rumah, sekedar untuk mengurangi rasa takutnya pada saat itu.
Dari arah jalanan luar, terdengar suara kendaraan yang semakin mendekat, dan kemudian singgah di depan pagar.
"Man.. Rahman.. Buka pagarnya man.." panggil seseorang dari luar pagar
"Jepri??"
Rahman lalu bergegas keluar dari pos dan berlari menuju pagar. Disana ia melihat Jepri di atas motornya dengan mengenakan jaket tebal dan celana panjang.
Rahman terlihat sumringah menyambut kedatangan temannya itu.
"Kau sudah sehat?"
"Masih meriang Man, tapi aku terus kepikiran kau. Makanya aku datang juga malam ini." ujar Jepri setelah keduanya berada di dalam pos
Rahman melihat kearah jam yang tergantung di dinding pos, masih menunjukkan pukul setengah 11 malam.
"Aku senang sekali kau datang jep. Tadi aku disini sudah hampir..." Rahman terdiam, ia tak melanjutkan perkataannya, membuat alis Jepri tampak berkerut
"Apa?"
"Tidak. Bukan apa2. Oh iya. Kau disini sampai pagi kan?"
"Iya tentu saja. Memangnya kenapa?"
Rahman tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Ia enggan menceritakan apa yang baru saja ia alami tadi pada Jepri. Ia takut kalau ia ceritakan pada Jepri, temannya tersebut akan pulang dan meninggalkan dia sendiri di pos malam itu.
"Kau mau kopi?"
"Boleh."
"Man, kurasa bu bos kita memang terkena santet."
"Ya aku tau. Aku juga yakinnya begitu."
Lalu Jepri menceritakan informasi yang ia dapatkan dari kakek Yusuf sebelumnya. Tentang ciri2 terkena santet.
"Aku baru saja melihat ular jep. Ularnya berwarna hitam legam, dan menghilang seakan masuk kedalam dinding tembok."
"Serius??"
"Ya. Aku melihat ular itu sekitar 3 ekor. Ukuran dan warnanya sama semua jep, sampai2 aku berpikir itu adalah ular yang sama. Tapi munculnya di tempat yang berbeda2. Menurutmu apa itu termasuk ciri2 binatang kiriman?"
"Aku tidak tau, tapi kurasa iya." jawab Jepri bergidik
Matanya beralih menatap ke arah rumah.
Rumah besar nan mewah itu kini tampak menyeramkan. Bayangan kejadian2 aneh yang menimpa bos mereka membuat keduanya semakin ketakutan.
"Bagaimana kalau kita usulkan bos untuk berobat ke orang pintar saja?" tanya Rahman
"Tapi apa mereka percaya hal2 seperti itu?"
"Kita coba saja. Kalau tidak di coba, mana kita tau kan kalau bos percaya atau tidak?"
Jepri mengangguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan oleh Rahman.
Singkat cerita, keesokan paginya ketika bos mereka baru saja hendak pergi, Rahman dan Jepri langsung menghampiri pak Ferdi.
"Eh, kamu sudah sehat Jepri? Kalau memang masih tidak sehat, jangan dipaksakan dulu masuk kerja. Nanti bisa semakin parah sakitmu."
"Iya pak. Saya sudah sehat. Hanya sedikit meriang saja." jawab Jepri tersenyum, ia memang sangat kagum dengan bosnya itu, tidak hanya kaya raya, tapi juga sangat baik hati, ia selalu memperhatikan kesehatan bawahan2nya.
Tapi entah kenapa ada saja yang berbuat jahat terhadap orang sebaik pak Ferdi itu.
"Anu pak bos. Begini, apa, apa tidak sebaiknya kalau ibu bos di bawa ke orang pintar saja?" tanya Rahman terbata2
"Rencananya memang mau seperti itu, tapi saya tidak tau dimana tempat tinggal
Orang pintarnya." jawab pak Ferdi membuat keduanya kaget dengan mata melotot
"Kalian tau atau mungkin kenal dengan salah satu orang yang paham dengan hal2 seperti itu? Kalau memang kalian ada yang tau, saya ingin diantarkan ke rumahnya."
Rahman dan Jepri saling pandang..
"Saya sih tidak tahu pak, tapi mungkin kakek saya tau." jawab Jepri
"Oh ya? Kalau begitu nanti coba kamu tanyakan pada kakekmu rumah orang pintar nya dimana."
"Baik pak bos. Nanti saya tanyakan pada kakek." jawab Jepri
"Nah ini untuk uang bensinmu." ujar pak Ferdi seraya memberikan uang pada Jepri
Setelah memberikan uang bensin yang lumayan banyak itu, pak Ferdi pun langsung pergi.
Tidak lama Rahmat datang, lelaki berusia 30an itu adalah orang yang akan berjaga disiang hari.
Lalu, setelah berpamitan pada Rahmat, Rahman dan Jepri pun pulang.
"Nanti aku ke rumahmu ya Jep." ujar Rahman
"Iya."
Sekitar pukul 11 siang. Rahman datang.
Jepri saat itu sedang makan.
"Makan sini man." ajak Jepri
Tak menolak, Rahman langsung mengambil piring dan nasi. Di hadapan nya terhidang lauk pauk sederhana namun memiliki kenikmatan bintang 5.
Sambal terasi, sayur pepaya muda yang direbus,timun dan daun singkong beserta lauknya seperti ikan asin goreng/bakar, telur dadar dan tahu tempe goreng. Membuat Rahman dan Jepri makan dengan sangat lahapnya.
Rahman memang selalu berselera bila makan dirumah Jepri, karena ibunya Jepri memang sangat rajin memasak berbagai macam lauk pauk yang enak. Berbeda dengan ibunya Rahman yang hanya memasak satu macam makanan setiap harinya.
Selesai makan, mereka duduk santai dipelataran sambil melihat anak2 kecil yang bermain.
"Enaknya jadi anak2 ya kan jep, tidak perlu memikirkan rumitnya kehidupan." ujar Rahman
"Ya, kita pun dulu pernah berada diposisi mereka man. Tidak jarang juga kita dipukuli karena lupa waktu."
"Meskipun begitu, rasanya aku ingin sekali kembali dan mengulang masa2 itu jep."
Jepri tersenyum..
"Ayo, kita kerumahnya kakekku." ajak Jepri
Rahman mengangguk. Ia mengekor dibelakang Jepri.
Tidak berapa lama, mereka berdua tiba dihalaman rumahnya kakek Yusuf.
Kebetulan sekali lelaki tua itu ada dirumahnya hari itu. Karena biasanya beliau suka sekali berjalan2 kerumah sanak keluarga.
Saat itu kakek Yusuf terlihat sedang memainkan ayam jagonya yang memiliki bulu berwarna putih kehijauan itu.
"Ada apa jep? Mau beli ayam lagi?" tanyanya sambil tertawa
"Tidak kek. Aku kesini ingin menanyakan kira2 kakek kenal atau tidak dengan orang pintar?"
"Tentu, aku kenal dengan banyak orang pintar seperti pak kades, pak rt. Anggota dpr pun aku juga kenal. Banyak orang2 pintar kenalanku. Memangnya kenapa? Kau mau masuk perusahaan lewat jalur bantuan orang dalam?"
"Astaga.. Bukan orang pintar yang seperti itu ku maksud kek."
"Lah terus?"
"Dukun kek, dukun."
"Ohh.. Dukun... Hah?? Dukun?? Mau apa kalian menanyakan dukun padaku?"
"Bos kami kek, bos kami mau membawa istrinya berobat. Kemarin kan padahal sudah ku ceritakan. Masa sudah lupa?"
"Ohh. Perihal santet itu?"
"Nah iya itu."
"Coba kalian ke BN. Di sana ada kenalanku bernama Saruja(nama sudah diganti/disamarkan), dia itu dulu bisa mengobati berbagai macam santet."
"Alamat tepatnya dimana kek?"
"Rumahnya dulu itu masuk ke hulu sungai. Butuh waktu sehari semalam untuk kesana."
"Kakek masih ingat rumahnya dimana?"
"Tentu aku ingat. Itupun kalau dia masih hidup."
Rahman dan Jepri kembali berpandangan.
"Naik motor kesana apa bisa kek?"
"Naik motor katamu? Naik perahu saja susah. Bagaimana ceritanya naik motor."
(Dulu jalanan menuju ke daerah yang disebut kakek Yusuf tersebut memang sangat rusak dan sebagian masih dalam proses pembangunan.)
"Jadi kesana lewat apa?"
"Ya lewat jalur air."
"Tadi katanya pakai perahu susah."
"Iya itu memang susah. Karena banyak kiham yang harus dilewati disungai mengarah ke rumah orang yang kumaksud itu. Kalau masih di sungai barito ini, jangankan pakai perahu, kalian pakai tongkang.
Sekalipun tidak akan ada kendala."
Jepri terdiam,
"Tapi di daerah BN itu kan terkenal sekali ya kek dengan hal2 gaibnya. Bahkan burung kita sendiri pun bisa dihilangkan oleh mereka."
"Maka dari itu, kalian kalau kesana, jangan macam2. Berkelakuan lah yang sopan. Selayaknya pepatah, Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Aku ini dulunya itu perantauan juga, tapi aku tidak pernah berkelakuan aneh2 yang memicu
Emosi orang2 di desa yang ku tempati. Kita sopan orang pun segan."
"Iya betul kek." ujar Rahman
"Jadi kapan kalian akan kesana?" tanya kakek Yusuf
"Wah, kami tidak tahu juga kek. Yang pasti kami akan sampaikan dulu tentang ini ke bos kami. Dan semisal beliau meminta diantarkan, apakah kakek bersedia mengantarkannya?"
"Kalau ada uang, aku jalan. Tapi kalau tidak ada, paray.." jawab kakek Yusuf tertawa
Malam harinya, Rahman dan Jepri yang berada di pos, didatangi oleh pak Ferdi.
"Bagaimana jep? Apa kata kakekmu?" tanya pak Ferdi, lelaki itu tampaknya benar2 serius
"Ada pak, tapi butuh 1 hari 1 malam untuk kerumahnya."
Pak Ferdi menghela nafas panjang,
"Tidak mengapa, asalkan ada. Kalau begitu lebih baik secepatnya kalian kesana ya. Saya benar2 minta tolong. Untuk ongkos dll, kalian jangan khawatir."
"Kami berdua pak?"
"Ya, kalian berdua."
"Yang jaga nanti siapa?"
"Masalah itu kalian tidak perlu khawatir. Saya akan meminta Rahmat, Anang dan Imron untuk bergantian berjaga selama kalian tidak ada."
"Jadi sebaiknya kami berangkat hari apa pak?" tanya Jepri
"Lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau besok? Apa kalian tidak sibuk?"
"Tidak pak."
"Bagus. Besok pagi sebelum pulang, kalian temui saya terlebih dulu ya. Selamat malam dan selamat bertugas."
Malam itu, lagi2 lampu mati mendadak dirumah pak Ferdi.
"Kemarin malam itu juga begini jep. Lampunya mati, yang mati juga cuma dirumahnya pak bos. Kita periksa yuk."
Rahman dan Jepri membawa senter masing2 untuk memeriksa kesekitar rumah bos mereka itu.
Saat Jepri mengarahkan senternya ke bawah, ia tampak kaget melihat kelabang besar yang berjalan cepat mengarah ke dinding rumah.
"Man, man, ada kelabang."
Rahman lantas melepaskan sendalnya, dan bermaksud untuk memukul kelabang tersebut.
Namun entah bagaimana, tiba2 saja kelabang yang ia pukul itu menggigitnya. Rahman menjerit kesakitan. Cepat2 Jepri mengajaknya lari menuju pos.
Jepri menyulut rokok, dan mendekatkan api rokok itu pada luka gigitan kelabang di tangan Rahman.
Rahman meringis,
"Bagus kalau itu tadi kelabang biasa, tapi bagaimana kalau misalnya itu tadi kelabang jadi2an?"
"Kau jangan menakut2i aku jep!!"
"Kau bertindak gegabah, bagaimana kalau besok tanganmu bengkak parah, dan membusuk? Kau tak pikirkan itu?"
Rahman masih meringis menahan sakit.
Benar saja apa yang di khawatirkan Jepri, 1 jam setelahnya, Rahman langsung demam dan pusing.
Tapi tidak sampai bengkak parah seperti apa yang di katakan Jepri sebelumnya. Bengkaknya hanya disekitaran bekas gigitan saja.
"Rasanya nyut2an jep. Sakit sekali."
Jepri berpikir sejenak, ia teringat perkataan kakek Yusuf.
"Man, coba bangun dulu sebentar."
Dengan susah payah, Rahman bangun mengikuti Jepri yang berjalan keluar pos.
"Julurkan tanganmu yang digigit kelabang tadi." perintah Jepri
Tanpa bertanya, Rahman langsung mematuhi perintah Jepri. Dan tanpa aba2, Jepri lantas mengencingi tangan Rahman.
Sontak saja Rahman langsung menarik tangannya.
"Bangsat, sialan kau bangkai!!" bentak Rahman
"Bagus!! Kau sudah sembuh rupanya. Manjur juga air kencingku." ujar Jepri
"Apa2an kau jep?? Kau pikir aku sedang bergurau hah??"
"Loh, itu tadi aku baru saja mengobatimu padahal. Karena kata kakekku, luka yang bekas gigitan kelabang itu harus dikencingi, biar cepat sembuh."
Rahman tak berkata apa2. Lekas2 ia membasuh tangannya.
Keesokan paginya, Rahman sudah jauh lebih baik.
Mereka berdua menghadap pak Ferdi, seperti pesan pak Ferdi semalam.
Rupanya pak Ferdi memberikan sejumlah uang untuk perjalanan keduanya.
"Saya benar minta tolong pada kalian berdua. Semoga dengan ini istri saya bisa diobati." ujar pak Ferdi
Rumah itu benar2 sepi, istri pak Ferdi pun tak terlihat sama sekali.
"Kami akan melakukan yang terbaik pak."
"Terima kasih banyak, Rahman, Jepri."
Selesai membereskan barang bawaan mereka masing2, Jepridan Rahman pun pergi ke rumah kakek Yusuf.
Setelah memberikan sejumlah uang pada kakek Yusuf, mereka bertiga pun akhirnya berangkat menuju BN.
Mereka berangkat menggunakan cis/perahu mesin.
Mereka melaju dibawah terik matahari. Mereka hanya singgah ketika perut mulai terasa keroncongan.
"Kau baik2 saja man?" Tanya kakek Yusuf pada Rahman yang tampak pucat dan tak nafsu makan
"Ya kek, saya baik2 saja. Hanya sedikit pusing." Jawab Rahman
"Harusnya kau tak usah ikut saja man, badanmu panas begini. Wajahmu juga pucat sekali." Ujar Jepri
"Tidak apa2 jep, aku baik2 saja."
Cis yang membawa mereka mulai memasuki sungai kecil, dikiri dan kanan sungai itu hanya pohon2 besar dan tinggi. Tak ada rumah ataupun perkebunan di sana.
"Tadi di BN kenapa cuma lewat saja kek?" Tanya Jepri
"Kita kan mau ke rumahnya temanku itu, nah jalan menuju rumahnya memang lewat sungai ini. Dan sungai ini memang masih masuk wilayah BN."
Jepri mengangguk..
Hari sudah mulai sore, cis yang dikemudikan kakek Yusuf perlahan kepinggir.
"Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan malam hari lewat sungai ini. Di hulu banyak kiham yang bisa membuat kita karam, jadi kita akan menginap disini saja untuk malam ini." Ujar kakek Yusuf
"Dipinggir sungai ini kek?" Tanya Jepri memastikan
Kakek Yusuf mengangguk,
"Ikat tali cisnya Jepri.." Perintah kakek Yusuf
Jepri melompat turun, ia langsung menarik cis kearah pohon mondo yang menjuntai ke air untuk mengikatkan tali cis pada pohon tersebut.
"Nah disitu lingai(bersih, tidak ada kayu2an ataupun tumbuhan.) Bagus untuk mendirikan pondok." Ujar kakek Yusuf menunjuk ke pinggir sungai
"Tapi kami tidak bawa terpal kek."
"Itu ada di depan, kau tinggal buat saja pondoknya. Aku mau mencoba memasang pancing dihilir tadi."
Akhirnya, mau tak mau Jepri mulai membuat pondok untuk mereka beristirahat. Sementara Rahman tiduran di dalam cis.
Saat pondok sederhana itu selesai dibuat, kakek Yusuf kembali membawa beberapa ekor ikan baung yang lumayan besar hasil pancingannya.
"Banyak sekali ikannya disana jep, lihat, aku dapat banyak."
"Iya kek. Nah sekarang aku mau masak nasi dulu." Ujar Jepri
Jepri berjalan ke arah cis untuk mengambil beras mereka,
Tampak Rahman masih tertidur nyenyak di dalam cis.
"Man, pondok kita sudah selesai. Jadi lebih baik kau pindah tidur dipondok saja." Ujar Jepri membangunkan temannya itu
"Maaf ya jep aku tidak membantumu."
Hari sudah gelap ketika nasi yang dimasak oleh Jepri hampir matang.
Sementara kakek Yusuf sibuk membakar ikan baung untuk lauk makan mereka malam itu.
Ketika nasi dan ikan baung bakar sudah siap santap, mereka bertiga pun makan dengan lahap.
Kakek Yusuf makan dengan kuah air sungai yang dikasih sedikit garam.
Selesai makan, mereka bertiga beristirahat.
Akan tetapi saat tengah malam, Jepri terbangun karena perutnya sakit ingin BAB.
Namun saat selesai BAB, Jepri mencium aroma kencur yang sangat menyengat dari dalam hutan.
Ia mengingat2 pertanda apakah gerangan bau kencur itu, dan ketika ia teringat akan sesuatu, Jepri lantas berlari kearah pondok. Membangunkan kakek Yusuf dan Rahman yang masih
Terlelap. Wajahnya pucat sekali. Apalagi saat ia menyadari bahwa hanya mereka bertiga yang berada di tempat itu.
"Ada apa?" Tanya kakek Yusuf gusar
"Anu.. Ada, ada ikan menyambar kotoranku tadi." Ujar Jepri terbata
Kakek Yusuf yang tau maksud perkataan Jepri langsung duduk, ia mengeluarkan seruas jariangau dari dalam kopiah jangangnya.
(Konon bau kencur yang menyengat ditengah hutan adalah pertanda adanya sosok mahluk halus yang biasa kita kenal dengan sebutan kuntilanak. Sementara jariangau adalah tumbuhan yang daunnya mirip serai, dan memiliki bau khas yang sangat dibenci oleh kuntilanak).
Kakek Yusuf meremas2 jariangau tersebut dengan jarinya. Dan tidak lama kemudian bau kencur yang tadi sangat menyengat, kini mulai menghilang.
(Dihutan kalimantan kita tidak boleh menyebutkan nama mahluk2 seperti kuntilanak dll. Ataupun jika kita mendengar suara yang aneh2, kita tidak boleh sekalipun menegur ataupun menanyakan tentang suara itu. Jadi harus menggunakan kode yang hanya teman kita yang memahami,
Untuk memberitahukan pada teman bahwa ada sesuatu yang tidak beres disekitar kalian. Di hutan kalimantan juga tidak boleh membakar acan, ikan ba'an, ikan saluang, ataupun ikan2 yang memiliki belang di sisiknya. Karena itu akan mengundang kawanan macan berdatangan.
Macan yang di maksud disini bukan hewan buas, melainkan mahluk halus yang bisa memangsa manusia. Mereka biasanya berkawan dan suka menyamar diantara manusia2 yang berada dihutan. Kalau sedang di hutan kami biasanya menyebut mereka dengan sebutan buntut panjang
Atau awen buntut panjang.)
Jepri menarik nafas lega..
Keeasokan paginya setelah selesai sarapan, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.
Benar saja apa yang dikatakan oleh kakek Yusuf kemarin, baru beberapa ratus meter kehulu, mereka sudah dihadapkan dengan kiham.
Untung saja kakek Yusuf sangat handal dalam melewati kiham, sehingga mereka bertiga tidak perlu mainsung/mengangkat cis.
Namun ketika tiba di ongkong yang sudah sangat dekat dengan rumah Saruja, mereka bertiga terpaksa mainsung/mengangkat cis agar bisa melewati ongkong tanpa merusak cis.
Singkat cerita, sekitar pukul 4 sore kira2. Mereka pun sampai di lanting kecil tempat Saruja meletakkan cis. Dan tidak jauh dari sana terlihat sebuah rumah kayu yang lumayan tinggi berdiri.
Kedatangan mereka di sambut oleh gonggongan beberapa ekor anjing milik tuan rumah.
Anjing itu tampak galak, namun ketika kakek Yusuf memperlihatkan telapak tangannya pada anjing2 itu, mereka pun mundur.
Jepri bergelayut dilengan Rahman, sambil sesekali ia memburu anjing yang hendak mendekatinya.
"Huss.. Huss.." ujar Jepri ketakutan melihat wajah ganas anjing2 tersebut
Sontak saja kelakuan Jepri itu di tegur keras oleh Rahman yang takut kalau hal tersebut akan menyinggung pemilik anjing tersebut.
Tok tok...
Pintu diketuk oleh kakek Yusuf. Namun tak ada jawaban dari dalam.
"Kemana orangnya kek?" tanya Rahman
"Mungkin belum pulang. Dari kebun." jawab kakek Yusuf sembari duduk bersandar melepas lelah
Sekitar setengah jam menunggu, seorang wanita tua seumuran dengan kakek Yusuf datang dengan membawa lanjung penuh sayur2an seperti umbut dll.
Jepri dan Rahman saling pandang, tak percaya kalau yang mereka datangi sejauh itu adalah seorang nenek tua.
"Ini benar orangnya kek?" tanya Jepri memastikan
"Ya."
Nenek tua itu tersenyum dan tampak sangat akrab mengobrol dengan kakek Yusuf.
"Aku sudah ada perasaan kalau akan ada tamu jauh yang datang kemari. Makanya aku mencari sayur2an untuk menjamu tamu2ku." ujar Nenek Saruja
"Apa kau yakin nenek ini bisa mengobati istri pak bos man?" tanya Jepri berbisik
Rahman menggeleng,
"Entahlah jep, tapi kita jangan menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Siapa tau kalau nenek ini ilmunya memang tinggi." balas Rahman berbisik
"Aku berharap memang begitu." ujar Jepri
Saat berada didalam rumah, nenek Saruja menatap lekat pada Rahman.
"Kemari.." perintahnya pada Rahman
"Saya nek?" tanya Rahman memastikan
"Tanganmu masih sakit?" tanya nenek Saruja tiba2, yang tentu saja membuat Rahman dan Jepri terbelalak kaget
"Tangan nek??"
"Iya, tanganmu yang terkena gigitan kelabang itu."
"Hah?? Bagaimana nenek tau???" tanya Jepri dengan mata melotot
Tanpa menjawab pertanyaan Jepri, nenek Saruja menarik tangan Rahman dan mengeluarkan sepah sirih dari dalam mulutnya. Lalu menempelkan sepah itu ke luka bekas gigitan kelabang ditangan Rahman.
Rahman merasa luka itu berkedut2 dan sangat nyeri sekali. Sampai2 ia meringis kesakitan dibuatnya.
"Kau termasuk kuat cu, kalau tidak, mungkin keadaanmu sudah sangat parah sekarang." ujar nenek Saruja
Rahman tak bertanya lebih lanjut, ia hanya bisa terdiam sambil sesekali meringis menahan sakit.
"Badanmu mungkin akan demam malam ini, jadi lebih baik kau beristirahatlah." ujar nenek Saruja lagi
Saat Rahman beristirahat, kakek Yusuf mulai menceritakan tentang maksud dan tujuannya ke sana.
Sepanjang kakek Yusuf bercerita, nenek Saruja tak berkata apa2, ia hanya mendengarkan cerita itu dengan seksama.
"Bagaimana nek? Apakah kira2 nenek bisa pergi mengobati istri bos kami?" tanya Jepri memberanikan diri
"Aku tidak bisa menjamin dia akan sembuh seketika, tapi aku akan coba mengobatinya." jawab nenek Saruja
"Berarti nenek mau mengobati istri bos kami?" tanya Jepri memastikan
Nenek Saruja mengangguk.
Malam itu mereka makan bersama dengan lauk pauk yang dimasak oleh nenek Saruja. Dan setelah makan malam itu, tubuh Rahman mulai demam panas. Ia meracau tak karuan.Namun keesokan paginya ia bangun sudah dalam keadaan sehat kembali. Selesai sarapan pagi itu, mereka pun berangkat.
Nenek Saruja berangkat dengan menggunakan cis nya sendiri. Jepri dan Rahman sempat menawarkan diri agar salah satu dari mereka ikut cis nenek Saruja untuk menemani, setidaknya untuk membantu mainsung/mengangkat cis ketika Melewati ongkong.
Namun niat baik mereka itu ditolak oleh nenek Saruja.
Wanita tua itu berkata : "kalian berdua temanilah si Yusuf, karena dia lebih membutuhkan pertolongan kalian ketimbang aku."
Singkatnya, ketika mereka bertiga sangat berhati2 melewati ongkong, nenek Saruja malah terlihat tetap tenang duduk di atas cis dan melewati ongkong tanpa hambatan.
Membuat Rahman dan Jepri geleng2 kepala.
"Bagaimana? Apa kalian masih meragukan dia?" tanya kakek Yusuf
"Tidak kek, kami benar2 sudah salah sangka karena hanya menilai dari penampilan dan gender beliau saja." jawab Jepri
Mereka melanjutkan perjalanan, dan hanya akan singgah dipinggiran sungai untuk makan.
Singkat ceritanya, kedua cis itu sudah sampai di desa.
Dan mereka tak langsung pergi ke rumah pak Ferdi di karenakan Jepri dan Rahman yang kelelahan.
Namun ketika mereka ke rumah pak Ferdi, disana sudah banyak sekali orang2 yang berkumpul.
Terutamanya keluarga besar pak Ferdi. Rupa2nya, anak pak Ferdi yang bersekolah dan tinggal di rumah mereka yang berada dikota lain itu meninggal dunia.
Tubuhnya membiru dan kaku.
Nenek Saruja mengatakan bahwa itu adalah parangmaya.
Berarti yang mengirimkan penyakit itu benar2 menginginkan kehancuran keluarga pak Ferdi. Tapi entah apa alasan nya sampai2 anak pak Ferdi pun ikut menjadi korban.
Kedatangan mereka saat itu tidak terlalu di hiraukan oleh pak Ferdi, dan Jepri pun maklum. Karena bagaimanapun tentu pak Ferdi sangat sedih dan berduka atas kematian anaknya itu.
"Kira2 apa yang membuat orang begitu ingin menghancurkan keluarga bos kami ya nek?" tanya Rahman
"Dendam. Tapi aku tidak bisa jelas melihat alasan dibalik dendam itu. Yang pasti ku rasa tentu dendam itu sangat besar."
2 hari setelah kematian anaknya, hari itu pak Ferdi datang ke rumah Jepri. Karena sakit istrinya semakin parah saja.
Singkatnya, ketika melihat langsung keadaan istri pak Ferdi itu, nenek Saruja tampak tak berkedip.
"Istri saya terkena santet kan?" tanya pak Ferdi
"Ya."
"Tapi apa masih bisa di sembuhkan?" tanya pak Ferdi penuh harap
Nenek Saruja menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Aku akan coba. Tapi jangan terlalu berharap dengan hasilnya, karena yang ku lihat istrimu ini sudah sangat parah. Andai orang yang mengirimkan sakit ini ingin istrimu mati sekarang juga, maka istrimu Akan mati."
Pak Ferdi tertunduk, raut wajahnya sangat sedih kala itu.
Dan malam harinya, nenek Saruja mulai mencoba mengobati istri pak Ferdi.
Segala sesuatu yang beliau butuhkan untuk ritual itu disiapkan secepat kilat oleh orang2nya pak Ferdi.
Rahman, Jepri, kakek Yusuf tak mengetahui apa yang dilakukan oleh nenek Saruja didalam kamar tertutup itu. Mereka hanya bisa menunggu dengan perasaan was2.
Sekitar satu jam, nenek Saruja keluar dari dalam kamar. Raut wajahnya sangat berbeda dengan sebelumnya.
Beliau memanggil pak Ferdi untuk masuk kedalam kamar.
Membuat Jepri, Rahman dan kakek Yusuf saling pandang karena penasaran.